2. Melanjutkan Perjalanan Mi'raj ( Dari Masjidil Haram ke Sidratul Muntaha)

Firman Allah Swt yang berkenaan dengan peristiwa Mi'raj atau naik ke langit ini, bisa kita temui dalam Surat An­ Najm Ayat: 7 ‑ 18.
وهو بالأفق الأعلي. ثم دني فتدلي فكان قاب قوسين أو أدني. فأوحي الي عبده ما أوحي. ما كذب الفؤاد ما رأي. أفتمارونه علي ما يري. ولقد رءاه نزلة أخري عند سدرة المنتهي . عندها جنة المأوي. إذ يغشي السدرة ما يغشي. ما زاغ البصر وما طغي. لقد رأي من آيات ربه الكبرى.

"Sedang dia berada di ufuq yang tertinggi. Kemudian dia mendekat dan bertambah lebih dekat lagi, maka jadilah Dia dekat (kepada Muhammad) sejarak dua ujung busur atau lebih dekat lagi. Lalu Dia menyampaikan kepada hamba‑Nya (Muhammad) apa yang telah Dia wahyukan. Hati Muhammad tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kamu (musyrikin Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada Sorga tempat tinggal. Muhammad melihat Jibril ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatan Muhammad tidak berpaling dari yang dilihatnya itu, dan tidak pula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda‑tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar”. (QS. 53 : 7 ‑ 18).

Kemudian ayat yang senada bisa pula kita temui dalam Surat At‑Takwir ayat: 19 ‑ 24.
إنه لقول رسول كريم. ذي قوة عند ذي العرش مكين. مطاع ثم أمين. وما صاحبكم بمجنون. ولقد رآه بالأفق المبين. وما هو علي الغيب بضنين.
“Sesungguhnya Alqur'an itu benar‑benar firman Allah, yang dibawa oleh utusan mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan dan kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arsy, yang ditaati di sana (di alam Malaikat) lagi dipercaya. Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali‑kali orang yang gila. Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. Dan dia (Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib".(QS. 81: 19 ‑ 24).
Secara terperinci, peristiwa besar ini dapat kita baca dalam hadis‑hadis Rasulullah dan buku‑buku sirah kehidupannya beliau.

Ibnu Ishaq, dalam kitab Sirahnya menggambarkan peristiwa tersebut sebagai berikut: "Abu Said meriwayatkan, bahwa ia telah mendengar Rasulullah Bekata: “Setelah aku melakukan apa yang harus aku lakukan di Yerusalem, aku dibawa ke sebuah tangga (mi'raj), dan aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih indah daripada itu. Itulah yang menjadi pandangan orang‑orang mati pada hari kebangkitan. Sahabatku Jibril, membuatku dapat memanjat sampai kami mencapai salah satu gerbang langit, yang disebut gerbang Garda. Di sana 1200 malaikat bertindak sebagai pengawal."

Di gerbang Garda ini, Isma'il As menanyakan nama Muhammad Saw, dan juga menanyakan apakah dia benar‑benar seorang Rasul. Setelah menerima suatu jawaban yang memuaskan, ia mengizinkan Rasulullah untuk melewati langit‑langit. Di langit yang paling rendah beliau melihat nabi Adam As, di hadapannya jiwa‑jiwa manusia berjalan dalam barisan. Beliau pun diperlihatkan penghukuman terhadap orang‑orang berdosa, yang sesuai dengan watak kejahatan mereka masing­-masing. Mereka yang telah menyalahgunakan harta anak yatim, harus menelan api, para lintah darat yang biasa mencekik kehidupan ekonomi rakyat lemah, diperlihatkan sebagai tubuh bengkak dihalau oleh buaya‑buaya ke dalam api untuk selanjutnya diinjak‑injak, dan banyak lagi model­-model siksaan yang lebih mengerikan disaksikan Rasulullah Saw. Rasulullah melanjutkan perjalanan ke lapisan langit berikutnya, dan bertemu dengan sebagian nabi sebelum beliau. Rasulullah melihat nabi Isa As di langit keempat, nabi Ibrahim As di langit ketujuh, yaitu pada tingkat tertinggi yang memberikan isyarat kedudukan yang istimewa dan sangat khusus dalam pandangan umat Islam. Baik posisi beliau sebagai nenek moyang para nabi, maupun sebagai yang berjasa mendirikan Ka'bah bersama putranya Isma'il, serta sebagai hero spiritual yang telah menghancur‑leburkan berhala-­berhala. Sehingga di akhir perjalanan tersebut Rasulullah diajak memasuki surga.

Dalam hadis riwayat Bukhari, pada peristiwa Isra' mi'raj inilah ibadah shalat diwajibkan. Dimana pada awalnya Allah memerintahkan nabi untuk menyampaikan kewajiban shalat lima puluh kali sehari semalam kepada umatnya. Ketika beliau akan turun ke bumi, nabi Musa As memprotesnya dengan mengatakan bahwa umatnya tidak akan dapat menunaikan shalat sebanyak itu, dan supaya baginda Rasul kembali lagi untuk memohon kepada Allah agar jumlah itu dikurangi. Setelah beberapa upaya yang diulang‑ulang, Allah akhirnya mengurangi jumlah itu menjadi lima. Ketika nabi Musa As mengatakan bahwa itu pun masih terlalu banyak, Rasulullah menolak untuk meminta yang lebih ringan lagi, sehingga jumlahnya tetap lima sebagai kewajiban bagi kaum muslimin sejak saat itu hingga sekarang.

Menurut Baihaqi dalam bukunya "Dalâ`ilun ­Nubuwwah", ketika Rasulullah kembali, tempat tidurnya masih hangat, dan tempayan air yang jatuh ketika beliau dibawa pergi, sama sekali belum tumpah. Maka perjalanan ke langit itu, merupakan sebuah perjalanan yang sangat spiritualistik dan ruhiyah, dimana didalamnya orang dapat hidup dalam satu waktu selama bertahun‑tahun, sebab kondisi materi atau jasmani yang berhubungan dengan ruh selama pengalaman itu, berada diluar rangkaian waktu yang merupakan ciptaan. Oleh sebab itu, para teolog Islam telah berbeda pendapat tentang perjalanan baginda Rasul ke langit itu, apakah secara jasmani atau ruhani saja. Menurut pendapat kaum Mu'tazilah (Mu'tazilah adalah salah satu mazhab teologi Islam yang lebih cenderung mendahulukan akal daripada nash), seluruh peristiwa itu hanya merupakan penglihatan hati semata, dan perjalanan itu adalah perjalanan ruhani tanpa jasmani. Namun pandangan ini telah banyak ditentang oleh para ulama terdahulu yang shaleh (As salafus Shaleh), seperti At-Thobari seorang ahli tafsir terkenal yang hidup pada awal abad ke‑10 M. Beliau berpendapat bahwa perjalanan Rasulullah itu benar‑benar terjadi secara jasmani dan rohani, karena menurut beliau Al-­Qur'an dengan tegas menyatakan bahwa "Allah telah memperjalankan hamba‑Nya pada malam hari" (Asraa bi 'abdihi lailan) dan bukan rûhan atau nafsan yang berarti "jiwa hamba‑Nya". Dan kenapa Rasulullah harus memerlukan sebuah tunggangan seperti Buraq, kalau perjalanan itu semata‑mata hanya penglihatan hati dan spiritual?

Masalah kontroversial lainnya adalah, apakah Rasulullah telah benar‑benar melihat Allah Swt dengan kedua belah matanya, atau hanya dengan hatinya? Masalah ini, sangat erat kaitannya dengan aliran pemikiran yang diterapkan dalam menafsirkan surah ke 53 (An‑Najm) ayat 13 ‑ 17:
ولقد رءاه نزلة أخري عند سدرة المنتهي . عندها جنة المأوي. إذ يغشي السدرة ما يغشي. ما زاغ البصر وما طغي.

"Sesungguhnya dia (muhammad) telah melihatnya pada waktu lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. Ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari apa yang dilihatnya, dan tidak pula melewatinya" (QS. 53: 13‑17).

Surat ini menggambarkan dalam bagian pertamanya suatu penglihatan Nabi yang "melihatnya di ufuk tertinggi". Kata ganti "nya” dalam ayat 13 Surat An Najm tersebut dapat dirujukkan kepada Jibril, sebagai pembawa wahyu, dan dapat juga ditafsirkan sebagai berkaitan dengan Allah. Memang demikianlah kenyataannya, bahwa surat ini ditafsirkan sebagai gambaran dari peristiwa perjalanan Nabi ke langit (mi'raj). Sebagian berkata: Dia (Muhammad) melihat Jibril di ufuk tertinggi, sebagian lagi berkata bahwa dia melihat Allah dengan hatinya, sebagian lagi berkata, bahwa dia melihat Allah dengan kedua belah matanya. Mengenai siapa yang terbenar dari mereka, kita sependapat saja dengan Imam Qastallani dalam kitabnya "Al‑Mawâhib Al‑Laduniyyah". Bahwa insya Allah semua mereka berbicara benar, sebab mereka hanya mengatakan apa yang telah mereka dengar. Dan perbedaan ini, boleh dikatakan sebagai perbedaan dalam penafsiran. Sedang peristiwa Isra' dan Mi'raj itu sendiri, sama‑sama diimani dengan penuh keyakinan yang seragam.

Tidak seorang pun dapat membayangkan, betapa dekatnya Nabi dengan apa yang dilihatnya "Qoba qowsaini aw adna" (sejarak dua ujung busur atau lebih dekat). (QS. Al Najm: 9). Istilah ini diterangkan bukan berkenaan dengan panjangnya dua ujung busur, tetapi merupakan isyarat yang menunjukan betapa dekatnya Nabi saat menghadap Tuhannya. Dan seperti yang kita sebutkan pada awal kajian ini bahwa peristiwa Isra' dan Mi'raj ini merupakan peristiwa yang penuh dengan iman terhadap hal‑hal yang ghaib, maka ayat ayat ini juga penuh dengan ungkapan‑ungkapan sekitar masalah yang ghaib ini. Dimana iman terhadap yang ghaib merupakan aspek penting dalam aqidah Islamiyah.

Hal lain yang merupakan keunggulan Nabi Muhammad atas semua nabi‑nabi lain, yaitu dalam kedekatan yang sedekat­-dekatnya ini. Dimana matanya tidak menyimpang dan tidak berpaling sedikitpun ketika melihat Allah, "Ma zaaghal ­basharu wa ma thaghaa" (Penglihatannya tidak berpaling dari apa yang dilihatnya itu, dan tidak pula melampauinya). (QS. An ­Najm: 17). Tidakkah Musa As lemah lunglai ketika atribut-­atribut ilahi nampak olehnya melalui gunung yang hancur luluh? Dan beliau hanya dapat mendengar suara Tuhannya tanpa bisa melihat. Sebagaimana termaktub dalam firman Allah Swt pada surat AI‑A'raf ayat 143:
ولما جاء موسي لميقاتنا وكلمه ربه قال رب أرني أنظر اليك، قال لن تراني ولكن انظر الي الجبل فان استقر مكانه فسوف تراني، فلما تجلي ربه للجبل جعله دكا وخر موسي صعقا، فلما أفاق قال سبحانك تبت اليك وأنا أول المؤمنين.

"Dan tatkala Musa datang untuk munajat kepada Kami pada waktu yang telah Kami tentukan, dan Tuhannya telah berfirman langsung kepadanya. Musa berkata: "Ya Tuhanku, nampakkanlah diri‑Mu kepadaku agar aku dapat melihat Engkau. Allah berfirman: "Kamu sekali‑kali tidak akan sanggup melihat‑Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya sebagai sedia kala, niscaya kamu dapat melihat‑Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan kekuasaan-­Nya di gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada‑Mu dan aku orang yang pertama‑tama beriman.” (QS. 7:143).

Sedangkan Nabi Muhammad Saw tanpa mengalihkan matanya, telah mengalami melihat Allah "fa kaana Qaaba qawsaini aw adnaa" (Maka jadilah Dia dekat kepada Muhammad sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi). (QS. An‑Najm: 9) Oleh karenanya, hal ini sangat dikuduskan oleh para penyair sufi dengan hiperbola‑hiperbola yang amat berani dan penggambaran yang amat berlebilian. Barangkali gambaran yang amat ringkas tentang peristiwa ini diberikan oleh Jamali Kanboh, seorang penyair Indo‑Persia abad ke‑15, yang mengungkapkan misteri ini dalam bait syairnya yang terkenal:

“Musa pingsan kala Sifat‑sifat Allah menjelma,
namun kau tersenyum kala melihat dzat‑NYA.”

Suatu hal yang belum banyak kita singgung dalam peristiwa mi'raj ini adalah, hadis‑hadis yang menceritakan tentang kehidupan alam barzakh, baik yang mendapat nikmat dan kebahagian, atau pun yang mendapatkan penyiksaan yang amat pedih dan memilukan. Di sana Rasulullah menyaksikan bagaimana tingginya derajat orang‑orang yang taat dan mengamalkan perintah Allah Swt. Di samping itu, Rasulullah pun melihat bagaimana terhinanya orang‑orang yang sombong dan enggan untuk melaksanakan perintah Allah, serta gemar melakukan hal‑hal yang tercela dan diharamkan Allah.

Di sana Rasulullah menyaksikan orang‑orang yang memusuhi agama, orang‑orang kafir, zhalim dan munafik, orang‑orang yang selalu mengatakan kebenaran tapi tidak melakukan, orang‑orang yang suka mencela, para penzina, pemakan harta anak yatim, pemakan riba, pengkhianat, dan banyak lagi bentuk kejahatan yang mendapat siksaan dari Allah atas kejahatan yang mereka lakukan.

Di sainping itu, Rasulullah pun menyaksikan sekelompok orang beriman dari setiap masa mendapatkan kenikmatan dan kebahagiaan atas amal kebaikan yang mereka lakukan di dunia. Dimana dalam suatu perjalanannya itu, Rasulullah menemui bau yang sangat wangi. Kemudian beliau bertanya kepada Jibril, bau apakah ini wahai Jibril? Jibril menjawab: “Ini adalah bau Masyithah (pengasuh anak fir'aun) dan keluarganya.”

Barangkali ada orang yang akan bertanya, bagaimana mungkin seorang yang hidup bisa melihat kehidupan orang‑orang mati? Sebagai jawaban dari pertanyaan ini, kita mengatakan, bahwa peristiwa Isra' dan mi'raj ini adalah sebuah rihlah ilahiyah (perjalanan yang diatur Tuhan) yang khusus untuk nabi Muhammad saw. Dimana tidak akan ada sulitnya bagi Allah Swt untuk merubah sebuah kondisi yang bersifat materi kepada sebuah kondisi yang bersifat rohani atau sebaliknya. Sebagaimana mudahnya perpindahan arwah orang mati dari satu kondisi ke kondisi yang lain. Hanya orang yang mempunyai penyakit hatilah yang selalu meragukan tentang kemahakuasaan Allah terhadap hal‑hal yang mereka anggap mustahil menurut akal mereka yang sangat terbatas.

3. Di Sidratul Muntaha (MelihatAllah)
Setelah menyaksikan berbagai macam peristiwa dalam perjalanan mi'raj ke langit tersebut, akhirnya Rasulullah dan malaikat Jibril melampaui langit yang ketujuh dan sampai ke suatu tempat yang bernama Sidratul Muntaha. Di sinilah Rasulullah melihat ayat‑ayat ilahiyah yang tidak bisa disifati. Dan di sini juga Rasulullah melihat Jibril berubah bentuk secara tiba‑tiba. Jibril muncul dalam bentuknya yang asli sebagaimana diciptakan oleh Allah swt.

Di Sidratul Muntaha ini pula Jibril mengatakan kepada Rasulullah, Wahai Rasulallah, Saya mohon ma'af, karena hanya sampai disini saja saya bisa naik bersama anda. Jika saya naik lebih dari ini vvalaupun selangkah, maka niscaya saya akan terbakar. Masing‑masing dari kita mempunyai kekuatan, tempat dan derajat tertentu. Maka dari itu, majulah engkau terus melanjutkan perjalanan Mi'rajmu yang diberkahi ini. Majulah engkau terus dengan cahayamu yang mulia. Rasulullah Saw terus maju, beliau hanya maju sendiri menemui Tuhan, yang akhirnya hijab‑hijab penutup seluruhnya menjadi tersingkap, dan hanya tinggal satu hijab, di sinilah Rasulullah melihat apa yang belum pernah dilihat oleh mata, dan belum pernah terbayang oleh hati manusia. Mata kasar Rasulullah tidak mampu menahan kekuatan cahaya ilahiyah ini, akhirnya Allah membukakan mata hati Rasulullah, untuk menyaksikan keindahan yang tiada berujung ini. Allah mendekatkan Rasulullah ke 'Arsy‑Nya, hinggalah menjadi "fa kaana qooba qowsaini aw adnaa" Maka jadilah Dia dekat dengan Muhammad sejarak dua ujung busur panah, atau Iebih dekat lagi). (QS. 53:9).

Ketika Rasulullah menyaksikan cahaya Tuhannya, beliau berucap: "Attahiyyaatu lillaah was sholawaatut thayyibaat" (Segala puji bagi Allah dan penghormatan yang setinggi‑tingginya). Kemudian Allah pun membalas ucapan mulia ini: "Assalaamu 'alaika ayyuhan Nabiy warahmatullahi wabarakaatuh" (Keselamatan atasmu wahai Nabi, rahmat dan berkat Allah untukmu). Selanjutnya para Malaikat pun berkata: "Assalaamu 'alaina wa 'ala 'ibaadillaahis shalihin" (Keselamatan atas kita semua dan atas hamba‑hamba Allah yang sholeh).

Rasulullah tak henti‑hentinya memuji Allah dengan segala bentuk pujian dan do'a. Tentang hal ini, Allah Swt berfirman:
ثم دني فتدلي فكان قاب قوسين أو أدني. فأوحي الي عبده ما أوحي.

"Kemudian dia mendekat, Ialu bertambah dekat lagi. Maka jadilah Dia dekat pada Muhammad sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi. Lalu Dia menyampaikan kepada hamba‑Nya (Muhammad) apa yang telah Dia wahyukan”.(QS: 53: 8 ‑10).

Tentang pertemuan Rasulullah dengan Tuhannya ini, Dr. Abdul Halim Mahmud, dalam bukunya "Dalâilun ­Nubuwwah wa Mu jizâtir Rasur” mengatakan: "Oleh karena Muhammad Saw merupakan Rasul yang paling sempurna, maka sewajarnyalah ia menjadi rasul yang paling dekat kepada Allah Swt. Dimana beliau telah menjelajahi bumi dan langit tertinggi, melampaui seluruh alam materi, dan sampai ketempat yang tidak pernah tercapai oleh manusia manapun, bahkan ke suatu tempat yang tidak bisa di capai oleh Jibril As sekalipun. Beliau telah melihat tanda‑tanda kebesaran Tuhannya yang Maha Besar. Adapun tentang bagaimana hakekat kedekatan dan penglihatan Rasulullah terhadap Tuhannya ini, tidak ada yang lebih tahu kecuali Allah dan Rasul‑Nya.

4. Kembali ke Mekah
Setelah berakhirnya pertemuan antara dua kekasih ini, maka tibalah saatnya bagi Rasul untuk kembali ke bumi. Dan sebagai penghormatan bagi Rasulullah Saw, beliau turun ke bumi diiringi oleh para rasul Allah yang lain hingga sampai ke Baitul Maqdis. Selanjutnya beliau kembali mengendarai Buroq untuk kembali ke Mekah, dan suasana gelap malam masih meliputi bumi dikala beliau sampai di Mekah. Namun, sedikit demi sedikit cahaya fajar pun mulai berkilau, yang akhirnya mentari pagi pun mulai menyingsing di ufuk timur, pertanda suatu kehidupan mulai bergerak di seluruh penjuru kota Mekah.

Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Ibnu Abbas, Rasulullah mengatakan: "Tatkala malam telah berlalu, pagi pun menjelang, seolah Mekah sangat terkejut menerima kenyataanku, dan aku pun tahu bahwa penduduknya mendusta­kanku". Selanjutnya Rasulullah berkata: "Maka datanglah Abu Jahal, dan ia duduk di sampingku, dengan mengajukan pertanyaan yang bernada mengolok: “Apakah terjadi sesuatu?” Rasulullah mengatakan: "Ya". la berkata: “Peristiwa apa itu?” "Allah telah memperjalankanku pada malam ini." “Kemana?” kata Abu Jahal. "Ke Baitul Maqdis" jawab Rasulullah. "Kemudian engkau berada diantara kami pada pagi ini?" kata Abu Jahal semakin mengolok. "Ya", jawab Rasulullah. “Bagaimana pendapatmu bila aku kumpulkan penduduk Mekah, kemudian engkau sampaikan apa yang telah engkau sampaikan kepadaku?' kata Abu Jahal dengan perasaan mengejek. "Boleh" jawab Rasulullah dengan tenang.

Akhirnya Abu Jahal berkeliling di jalan‑jalan kota Mekah, sambil berteriak memanggil kawan‑kawannya kaum Qurays dengan suara lantang: "Wahai seluruh Kaum Qurays!” cepatlah berkumpul untuk mendengarkan sebuah berita aneh dari Muhammad pada pagi hari ini." Kemudian ia mendatangi para sahabat Rasul yang telah beriman Kepada beliau, sambil mengejek berkata kepada mereka: "Wahai kalian yang beriman kepada Muhammad, yang membenarkan ucapannya, dengarlah apa yang dikatakan oleh sahabat kalian Muhammad pada pagi hari ini. Supaya kalian tahu, bahwa sahabat kalian itu telah dihinggapi penyakit linglung dan gila!”

Seluruh penduduk Mekah akhirnya keluar dari rumah mereka, dan berkumpul di sekitar Abu Jahal. Di antara mereka terdapat sahabat Rasulullah yang telah beriman. Namun mayoritasnya adalah kaum musyrikin penyembah berhala, yang ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi dibalik teriakan Abu Jahal ini. Seluruh mata tertuju kepada Abu Jahal, bertanya-­tanya. Kabar aneh apa kiranya yang akan dikatakan.

Di tengah kerumunan orang ramai itu, Abu Jahal mulai berteriak kepada mereka: "Berapa lama kira‑kira perjalanan dari negeri kita ini ke Palestiana? Mereka serentak menjawab: "Dua bulan!, satu bulan pergi dan satu bulan lagi untuk perjalanan pulang." Abu Jahal berkata lagi: "Akan tetapi Muhammad telah menyampaikan kabar yang sangat aneh, pada pagi ini ia memyampaikan kepadaku, bahwa ia telah mengadakan perjalanan dari Mekah ini ke Baitul Maqdis di Palestina tadi malam, dan kembali ke Mekah pada malam ini juga". Mendengar hal itu, secara spontan bergemuruh suara-suara ejekan dari pengikut Abu Jahal, diiringi nada penghinaan yang diselimuti rasa kebencian. Dan tergambar dari wajah‑wajah mereka, senyuman sinis terhadap para pengikut Rasulullah yang telah menyatakan iman, seraya mengatakan: "Bagaimana pendapat kalian tantang apa yang telah disampikan oleh sahabat kalian itu?" Tidak ada yang bisa diperbuat oleh para sahabat Rasul, kecuali terpaku diam, dan pergi menemui Rasulullah untuk meminta keterangan yang sebenarnya.

Buku‑buku sirah nabawiyah (perjalanan hidup Nabi) mengatakan, bahwa pada hari terjadinya peristiwa ini, ada beberapa orang yang telah menyatakan Islam, akan tetapi masih memiliki iman yang lemah, menjadi murtad dari agama Islam, dan kembali menganut agama berhala. Secara ramai‑ramai penduduk Mekah segera menemui Abu Bakar Ra dan mengatakan kepadanya: "Wahai Abu Bakar, bagaimana pendapatmu tentang apa yang telah disampaikan oleh sahabatmu Muhammad? la mengatakan bahwa tadi malam ia pergi ke Baitul Maqdis dan shalat di sana dua rakaat, kemudian kembali ke Mekah ini pada malam yang sama?" Abu Bakar menjawab: "Sungguh kalian membuat kebohongan atas Muhammad! Mereka mengatakan: "Tidak, hal ini benar-­benar telah disampaikannya di hadapan orang ramai". Abu Bakar kembali menjawab: "Demi Allah! Jika sesungguhnya hal ini memang Muhammad yang mengatakan, maka hal itu adalah benar. Dan Demi Allah! Sesungguhnya dia telah menyampaikan kepadaku, bahwa dia telah menerima wahyu dari langit baik siang maupun malam, lantas aku mempercayainya. Apalagi hanya sekedar berita yang kalian bawa ini!”

Abu Bakar Ra bersama orang ramai tersebut, pergi ke tempat Rasulullah berada. Beliau bertanya kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, orang‑orang ini telah menceritakan kepadaku bahwa engkau telah mengunjungi Baitul Maqdis pada malam ini". "Benar!", jawab Rasulullah.

Sebagian orang musyrik yang telah berulang kali pergi ke Baitul Maqdis untuk berdagang, ingin menguji kebenaran ucapan Rasulullah Saw, lantas mereka mengatakan: "Jika engkau benar‑benar telah melihat Baitul Maqdis itu kemarin, coba gambarkan kepada kami bentuknya? Karena kami adalah orang yang paling tahu tentang hal itu. Agar Rasulullah bisa menggambarkan bentuk Baitul maqdis itu secara rinci, Allah Swt meletakkan gambaran Baitul Maqdis itu di hadapan mata Rasulullah secara jelas, dan gambaran ini hanya dilihat oleh Rasulullah sendiri.

1). Pelajaran Penting Dari Isra Mi'raj
Diantara hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik dari peristiwa Isra dan mi'raj ini, sebagaimana disebutkan oleh Dr. Said Ramadhan Al Buty adalah:

1. Kedudukan Isra dan Mi'raj:
Rasulullah telah merasakan berbagai cobaan dan penyiksaan dari kafir Qurays selama berdakwah di Mekah, dan penyiksaan terakhir yang dirasakan oleh Rasulullah adalah ketika beliau berdakwah ke Thaif, dimana para penduduknya melempari baginda Rasul yang mulia dengan batu, sehingga kedua kaki beliau berlumuran darah. Dengan berbagai penyiksaan ini, Rasulullah tidak pernah berputus asa dari perjuangan dakwah, dan tidak pernah menyesali sikap manusia yang menolak dakwahnya. Hanya ada satu hal yang ditakuti Rasulullah di dalarn kehidupannya, yaitu kemurkaan Allah. Hal. ini tergambar dari do'a yang beliau baca ketika itu "In lam yakun bika ghadhabun 'alayya fala ubaly" (Asalkan Engkau tidak murka kepadaku ya Allah, aku tidak perduli dengan berbagai penyiksaan ini).

Maka peristiwa Isra dan Mi'raj yang dialami Rasulullah, merupakan sebuah penghargaan dan kemuliaan tertinggi yang diberikan Allah kepada beliau. Disamping juga untuk memperbaharui tekad dan semangat beliau di dalam mengemban risalah dakwah. Dan hal ini merupakan dalil, bahwa berbagai musibah menyedihkan yang dialami Rasulullah selama ini, bukanlah karena kemurkaan dan kemarahan Allah kepada beliau. Akan tetapi merupakan sunnatullah dan sunnah dakwah sepanjang zaman.

2. Makna yang terkandung dari Isra ke Baitul Maqdis
Waktu Isra Nabi ke Baitul Maqdis yang bersamaan dengan mi'raj beliau ke langit merupakan pertanda akan kesucian dan keagungan Baitul Maqdis di sisi Allah swt. Selain itu juga menunjukkan adanya hubungan yang erat antara risalah yang dibawa oleh Nabi Isa As dan risalah Nabi kita, Muhammad saw.

Perjalanan tersebut juga mengisyaratkan akan kewajiban yang diemban oleh setiap muslim kapan pun juga, untuk memelihara kesucian tanah Isra dan menjaganya dari para intaian musuh yang ingin merampasnya dari tangan ummat Islam dengan tanpa ada rasa rendah diri dalam memperjuangkannya.

Siapa sangka jika kelak dengan Isra mi'raj ini Shalahuddin al Ayyubi berjuang dengan pasukannya untuk membebaskan Al Quds dari tangan Pasukan Salib, dan membentengi tanah suci ini dari serangan balasan mereka.

3. Hikmah Rasulullah memilih susu, bukan angggurRasulullah memilih susu, ketika Jibril memberikan alternatif antara susu dengan anggur. Hal ini menunjukkan bahwa Islam itu adalah agama fitrah. Yaitu agama yang menetapkan kesesuaian antara akidah dan hukum-­hukumnya dengan fitrah asli manusia itu sendiri. Maka tidak akan didapati dalam agama Islam, hal‑hal yang bertentangan dengan fitrah manusia. Andaikan saja fitrah itu merupakan materi yang mempunyai ukuran panjang dan Iebar, maka agama Islam merupakan pakaian yang sesuai dengan fitrah itu. Inilah barangkali rahasianya mengapa Islam itu bisa menyebar luas dengan cepat dipermukaan bumi ini. Sebab, betapa pun tinggi peradaban dan kemajuan manusia dalam bidang materi, ia akan selalu merasakan adanya suatu kekurangan dalam dirinya. Dan Islamlah satu-­satunya yang mampu menjawab dan mengisi kekurangan yang dirasakan oleh umat manusia itu, dari golongan manapun ia berada.

4. Isra dan Mi'raj berlangsung dengan ruh dan jasad
Dalam hal ini mayoritas (Jumhur) ulama sepakat, baik ulama para pendahulu (salaf) maupun dari periode berikutnya (khalaf), bahwa Isra dan Mi'raj telah terjadi dengan jasad dan ruh Nabi Muhammad saw. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa Rasulullah pergi Isra dan Mi'raj hanya dengan ruhnya semata, adalah datang dari para orieritalis barat yang diadopsi oleh sebagian pengkaji Muslim yang silau dengan metode pemikiran barat, atau mereka yang mendahulukan rasio daripada teks wahyu dan Hadist.

Imam Nawawi dalam Syarah Muslim mengatakan: “Mayoritas ulama salaf dan khalaf, baik ahli fiqih, ahli hadis, ahli kalam, ahli tafsir maupun Iainnya, sepakat bahwa perjalanan Isra dan Mi'raj yang dilakukan oleh Rasulullah saw adalah dengan ruh dan jasadnya sekaligus. Karena kalau diteliti ayat‑ayat Al‑Qur'an dan hadist nabi tentang hal ini hanya menunjukkan pengertian yang demikian, dan tidak bisa ditakwil dengan arti lain. Adapun dalil nyata untuk itu adalah bahwa orang‑orang musyrikin Mekah sangat terkejut mendengar peristiwa ini, dan langsung mengingkari peristiwa itu. Kalau saja mereka mendengar dari Muhammad bahwa Isra‑mi'raj itu hanya sekedar perjalanan ruh saja dan hanya dalam mimpi umpamanya, maka tidak akan sebesar itu reaksi dan keterkejutan mereka yang penuh pengingkaran terhadap peristiwa ini. Karena kalau hanya terjadi dalam mimpi tentunya boleh‑boleh saja terjadi, bahkan tidak menutup kemunkinan untuk terjadi terhadap orang kafir sekalipun. Dan juga kalau halnya begitu, niscaya mereka tidak akan menanyakan kepada rasulullah tentang bentuk Baitul Maqdis dengan maksud penentangan yang menjatuhkan, atau menguji tentang suatu kebenaran.

5. Kehidupan para nabi dan syuhada setelah mati
Dari peristiwa Isra dan Mi'raj ini, dapat kita lihat banyak sekali hadis‑hadis yang menunjukkan bahwa para nabi terdahulu masih hidup di alam lain. Dimana Rasulullah bertemu dengan nabi Adam, Ibrahim, Musa, Isa dan yang lainnya.

Hal ini bukan hanya dialami para nabi saja, akan tetapi juga para syuhada, yaitu orang yang mati dalam memperju­angkan syiar agama Allah (fi sabilillah). Seperti dinyatakan oleh firman Allah Swt dalam Surat Al‑Baqarah ayat: 154:
ولا تقولوا لمن يقتل في سبيل الله أموات بل أحياء ولكن لا تشعون (البقرة: 154).
"Dan janganlah kamu mengatakan tentang orang‑orang yang gugur di jalan Allah --bahwa mereka-- itu mati; mereka adalah benar‑benar hidup, tetapi kamu tidak merasakan­nya”. (QS. 2: 154).

Dalam ayat lain Allah Swt berfirman:
"Barang siapa mentaati Allah dan Rasul‑Nya, mereka itu akan bersama‑sama dengan orang‑orang yang dianugerahi nikmat Allah, yaitu: para nabi, orang‑orang yang benar, para syuhada dan orang‑orang shaleh. Mereka itulah teman yang sebaik‑baiknya”.

E. Penutup
Semoga tulisan sederhana ini dapat menjadi bahan renungan bagi kita, untuk menyimak kembali peristiwa besar yang pernah terjadi dalam perjalanan hidup Nabi Muhammad Saw. Dimana dengan peristiwa Isra dan Mi'raj inilah, diantaranya Allah Swt memperlihatkan mana orang yang benar‑benar beriman, dan mana pula yang hanya sekedar mengaku beriman, dan menjadi kafir setelah mendapat ujian dari Allah. Dalam peristiwa ini pula, shalat fardhu lima waktu sehari semalam yang senantiasa kita laksanakan diwajibkan oleh Allah swt. Serta masih banyak lagi berbagai hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik dari peristiwa Isra dan Mi'raj yang sangat bersejarah ini.

Demikianlah ceramah singkat tentang Isra dan Mi’raj kali ini, semoga ada manfaat dan faidahnya bagi kita bersama. Saya akhiri dengan “wal ‘afwu minkum, Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”. Wallahu a'lam... Ceramah sebelumnya (bag ke-1) klik disini


Artikel Terkait:




Share your views...

0.komentar untuk " "

Posting Komentar

 

Categories

Makalah (33) Artikel (24) Khutbah (19) Tuntunan (10) Kisah Teladan (8) luar biasa (1)

visitor

Pengikut

© 2010 Dunia Kampus All Rights Reserved Thesis WordPress Theme Converted into Blogger Template by Hack Tutors.info


Tutup [x]