MAKNA FILOSOFIS SHALAT



Hadirin, jamaah shalat Jum’at yang dimuliakan oleh Allah SWT!
Apa sebenarnya makna sholat yang sebenarnya kita kerjakan itu?. Barangkali itulah pertanyaan mendasar yang semestinya selalu kita ajukan pada diri kita sendiri takkala kita sedang menunaikan ibadah wajib itu. Tetapi kebanyakan umat Islam jarang mempunyai pertnyaan kritis semacam itu terhadap sesuatu perintah Allah, khususnya shalat.

Sebanarnya dengan shalat itu kita sedang melakukan instropeksi. Di samping instropeksi, shalat juga berfungsi sebagai sarana untuk memotivasi setiap langkah hidup kita, sekaligus alat bagi kita untuk mencegah perbuatan yang tidak benar.

Hal ini sangat ditekankan sekali oleh Allah SWT, sehingga shalat ini dicanangkan sebagai perintah yang sangat penting sekali. Shalat juga merupakan ibadah yang sempurna. Jika Allah menyatakan bahwa Al Quran sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya, Islam sebagai penyempurna ajaran yang dibawa para nabi sebelumnya dan Nabi Muhammad sebagai Rasul yang menyempurnakan ajaran para nabi sebelumnya, maka ibadah shalat adalah ibadah yang sempurna.

Indikasinya dapat kita lihat dari unsur-unsur yang ada pada rukun dan syarat sahnya shalat. Di mana dari keseluruhan unsur yang ada itu semuanya sama dilakukan oleh umat Islam di penjuru dunia. Andaikata ada tukang foto dunia yang mengabadikan orang Islam ketika shalat, maka akan kelihatan sekali kekompakannya. Rukunnya sama, sujudnya sama, bacaan dan seluruh rukunnya semua sama. Tak ada sedikitpun yang berbeda.

Unsur kesamaan itu apabila kita jabarkan dalam dunia kerja, maka tidak ada pekerjaan yang berat apabila dikerjakan secara berjamaah atau gotong-royong. Seberat apapun suatu pekerjaan, apabila dilakukan dengan berjamaah dan gotong-royong maka akan terasa ringan. Berat sama dipikul ringan sama dijinjing, dengan tanggung jawab yang sama seperti ibadah shalat, maka tidak ada pekerjaan yang berat.

Pertanyaan ke dua, mengapa Allah SWT menyuruh umat Islam menunaikan shalat setiap hari? mengapa tidak menyuruh setiap minggu sekali, sebulan sekali atau setahun sekali?. Mengapa Allah memerintahkan kita shalat selama sehari lima kali?.

Jawabannya mudah saja. Manusia itu jiwanya tidak akan stabil jika tidak menunaikan shalat setiap harinya. Sedangkan yang sudah melaksanakan shalat setiap hari saja kadang-kadang jiwanya dan imannya masih labil. Makanya Allah menyatakan “faaqimish shalah lidzikri”, tegakkan shalat untuk mengingat Aku.

Manusia itu diciptakan dengan sifat lupa yang selalu melekat dalam dirinya. Manusia bila memperoleh kesuksesan cenderung lupa. Apabila lupa telah menguasai dirinya, maka dia mudah menjadi sombong. Bahkan yang mendapat kesusahan saja juga sering lupa. Apabila orang yang ditimpa kesusahan ini lupa kepada Allah, dia pasti mengalami frustasi, putus asa yang akan menjerumuskannya pada jalan yang tidak di ridhoi Allah. Firman Allah menyatakan :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٧٧)
77. Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. (QS. Al Hajj : 77)

Mengapa kita diperintahkan untuk rukuk? apa kandungan dari perintah itu? dan mengapa kita diperintahkan untuk sujud?. Dua ajaran itu, rukuk dan sujud, mengandung makna filosofis bahwa kita ini dianjurkan untuk menundukkan dada dan kesombongan kita. Di hadapan Allah-lah, kita harus menundukkan dada. Karena biasanya orang yang sombong itu selalu menunjukkan dadanya, mengangkat dadanya. Maka perintah rukuk ini adalah anjuran kepada kita, agar kita tidak bersikap sombong.

Sedangkan sujud mengandung makna yang sama dengan perintah rukuk. Seperti kita ketahui, kepintaran seseorang itu selalu diidentikkan dengan otak. Sedangkan otak manusia itu ada di dalam kepala manusia. Perintah sujud mengandung makna filosofis sepintar apapun manusia, di hadapan Allah tidak ada artinya apa-apa. Oleh karena itu otak manusia yang ada dalam kepala manusia selalu ada di bawah ketika ia melakukan sujud.

Seperti diketahui bersama, setiap pergantian gerak dalam shalat selalu disertai kalimat takbir. Mengapa demikian? hal ini berkaitan dengan perintah rukuk dan sujud seperti dijelaskan di atas. Perintah rukuk dan sujud mengandung ajaran supaya kita bersikap tidak menyombongkan diri dan berusaha untuk merendahkan hati. Ajaran ini menegaskan antara sesama manusia itu tidak ada perbedaan. Baik itu dari warna kulit, keturunan maupun kepintarannya. Dihadapan Allah semua manusia itu sama. Tidak ada yang lebih besar atau lebih kecil, tidak ada yang lebih berkuasa atau menjadi hamba, semua sama. Yang Maha Besar adalah Allah SWT semata. Yang Maha Kuasa adalah Allah semata. Inilah makna kalimat takbir yang selalu kita ucapkan dalam setiap pergantian gerak shalat kita.

Untuk memahami makna ajaran dalam ajaran shalat ini memang perlu penghayatan yang lebih dalam. Hendaknya kalimt takbir tidak hanya di ujung bibir saja. Dengan menghayati makna kalimat takbir ini akan membawa kita pada penghayatan makna keberadaan manusia dan makhluk yang ada di bumi ini adalah kecil. Semua makhluk pasti musnah. Tak terkecuali manusia Yang Maha Benar, Yang Maha Kekal adalah Allah.

Inilah rahasianya mengapa Allah menyuruh kita untuk melaksanakan shalat minimal lima kali dalam sehari. Dengan penghayatan yang mendalam terhadap makna yang terkandung dalam ajaran shalat dan itu diulangi sebanyak lima kali setiap harinya, maka hal ini akan membawa pengaruh pada kesehatan jiwa. Dengan shalat jiwa kita menjadi suci. Tidak ada sifat keserakahan yang menjerumuskan kita pada sikap merendahkan orang lain. Dengan hilangnya sifat-sifat syaithaniyah inilah akan membawa kita pada kesuksesan. Dengan hilangnya penyakit-penyakit yang ada dalam jiwa ini, jiwa akan cenderung untuk melakukan kebaikan. Dan ini sesuai dengan firman Allah di atas. Kunci kesuksesan adalah berbuat kebajikan, rukuk dan sujud kepada Allah SWT.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KHUTBAH KEDUA
الحمد لله الملك الوهاب، الجبارالتواب، الذي جعل الصلات مفتاحا لكل باب، فالصلاة والسلام علي من نظر الي جماله تعالي بلا سطر ولا حجاب وعلي جميع الآل والأصحاب وكل وارث لهم الي يوم المآب. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أما بعد.
أيها الحاضرون رحمكم الله... قَالَ الله تَعَالَى: (يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ). إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَارْضَ عَنْ سَادَاتِنَا أَصْحَابِ رَسُوْلِكَ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ اِلَي يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.وَأَقِمِ الصَّلاَةِ!


Read More Add your Comment 1 komentar


URGENSI SHOLAT



.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah....

Sebagaimana telah kita maklumi bersama, bahwa shalat adalah tiang agama. Kewajiban dan syi'ar agama Islam yang paling utama adalah shalat.

الصلاة عماد الدين، فمن أقامها فقد أقام الدين ومن تركها فقد هدم الدين.

"Shalat adalah tiang agama. Orang yang telah mendirikan shalat, dia telah mendirikan agama, namun bagi siapa saja yang meninggalkan shalat berarti dia telah menghancurkan agama."

Shalat juga merupakan ibadah yang pertama kali akan dimintakan pertanggung jawabannya dari manusia pada hari kiamat kelak.
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ. (رواه الترميذي وأحمد وابن ماجه)

“Sesungguhnya amal ibadah seseorang yang paling pertama kali dihisab adalah shalatnya. Jika shlalatnya di nilai baik, maka bahagia dan tenanglah dia. Namun jika shalatnya rusak, maka rugi dan sengsaralah dia. Adapun jika di antara shalatnya ada yang kurang sempurna, maka Allah Azza wajalla berfirman: periksalah kembali wahai para malaikat, apakah dia suka melaksanakan shalat sunah. Jika ada, sempurnakanlah shalatnya dengannya shalat sunnahnya tersebut. Seperti itulah perhitungan amal ibadahnya yang lain.” (HR. Tirmidzi, Ahmad dan Nasa’i).

Shalat merupakan garis pemisah antara keimanan dan kekufuran. Ia adalah sesuatu yang membedakan antara orang-orang yang beriman dengan orang-orang yang inkar, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam hadisnya:
قَالَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: بَيْنَ الْكُفْرِ وَالْإِيمَانِ تَرْكُ الصَّلَاةِ (رواه النسائي، الترميذي: حَدِيثٌ حَسَنٌ، وأحمد)
"Batas antara seseorang dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat”. (HR. Nasa’i, Tirmidzi dan Ahmad).

Ini menunjukkan pentingnya kedudukan shalat dalam kehidupan seorang Muslim dan masyarakat Islam.
Al Qur'an juga menganggap bahwa menelantarkan atau mengabaikan shalat itu termasuk sifat-sifat masyarakat yang tersesat dan menyimpang. Adapun terus menerus mengabaikan shalat dan menghina keberadaannya, maka itu termasuk ciri-ciri masyarakat kafir. Allah SWT berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ارْكَعُوا لَا يَرْكَعُون (المرسلات: 48)
"Jika dikatakan kepada mereka, taatlah dan kerjakanlah shalat, maka mereka enggan mengerjakannya." (Al-Mursalat: 48).

Bahkan shalat merupakan senjata ampuh bagi manusia untuk mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar.
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ (العنكبوت: 45)
Sesungguhnya shalat mencegah manusia dari perbuatan keji dan mukar (Al-Ankabut: 45)

Namun pada kenyataannya, mengapa ada dari kita yang tidak menjadikan shalat sebagai pencegah kekejian dan kemunkaran? Mengapa ibadah shalat kita tidak mempunyai pengaruh sama sekali dalam kehidupan kita sehari-hari? Mengapa ada dari kita, bahkan tidak sedikit, ia juga mendirikan shalat tapi ia juga berbohong. Dia shalat, tapi dia juga mencuri. Dia shalat, tapi dia juga mempermainkan perempuan, dia tidak segan-segan berkata cabul dan jorok. Dia shalat, tapi di lain waktu dia juga tidak pernah alpa untuk selalu hadir di depan televisi menonton acara-acara vulgar dan tidak mendidik.

Tidak jarang, ada yang shalat tapi dia juga melakukan segala macam ma’siat dan munkarat. Terkadang dia kelihatan shalat, tapi terkadang dia juga mabuk-mabukan, dia teler, dia minum Wisky, Brandy, Sempain. Dia kadang shalat, tapi dia juga kadang neggak pil haram, dia ngeplay, ngegele, ekstacy, sabu-sabu. Mengapa ini terjadi? Kok bisa ini terjadi? Salahkahkah firman Allah? Dustakah Dia? Jawabnya: Tidak. Sama sekali Allah tidak berdusta! Sama sekali Allah Swt tidak salah!

Lau mengapa itu semua bisa terjadi. Itu semua terjadi, karena ibadah yang kita lakukan hanya simbolis belaka. Hanya ritual sehari-hari yang tidak dimengerti dan dihayati sama sekali! Kita shalat hanya bagai “boneka bergerak” yang tunggang-tonggeng saja. Hampa dari nilai-nilai shalat itu sendiri. Ini terjadi karena hati kita masih kotor. Hati kita tidak ikhlas dalam melaksanakan shalat. Kita merasa sangat terpaksa dan terbebani dalam melaksanakan shalat. Lalu bagaimana hal itu dapat mencegah diri kita dari perbuatan keji dan munkar, kalau dalam shalat saja kita tidak meresapi dan menghayati makna shalat dalam kehidupan kita sehari-hari. Makanya sangat wajar kalau ada di antara kita, yang suka shalat tapi kekejian dan kemunkaran jalan terus. Mengapa? Karena shalatnya menyimpang dari apa yang Allah Swt gariskan. Allah Swt berfiman:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُون. الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ ( الممنون: 1-2)
“Sungguh beruntunglah orang-orang beriman yang melakukan shalatnya secara khusyuk.” (al-Mukminun: 1-2).

Khusyuk di sini adalah melaksanakan shalat secara baik dan benar karena hanya takut kepada Allah Swt semata, bukan karena riya dan sombong. Karenanya, kita tidak perlu heran kalau di antara orang-orang yang shalat banyak yang celaka. Kok ada orang yang rajin shalat tapi celaka? Ada!

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ(4)

“Maka celakalah bagi orang-orang yang melakukan shalat.” Lhoh kok celaka?
الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ(5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ(6) وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُون َ( الماعون: 7)
“Yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya. Dan tidak mau menolong dengan hal-hal yang bermanfaat.” (Al Maa’uun: 7).

Orang-orang beriman yang melaksanakan shalat seara baik dan benar, secara tepat waktu dan dengan menghayati makna yang terkandung di dalam shalat, insya Allah dia tidak terjerumus ke dalam kekejian dan kemunkaran dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah....

Masyarakat Islam adalah masyarakat yang meyakini adanya hari perhitungan di akhirat kelak, sebagai sebuah perjanjian yang mengikat antara hamba dengan khaliknya. Pada sisi ini, shalat merupakan ibadah harian yang menjadikan seorang Muslim selalu dalam perjanjian dengan Allah Swt. karena ketika seorang muslim terombang-ambing di dalam bahtera kehidupan, maka datanglah shalat menyelamatkannya ke tepian rahmat Allah Swt. Ketika dia dilupakan oleh kesibukan dunia maka datanglah shalat untuk mengingatkannya. Ketika dia diliputi oleh dosa-dosa dan hatinya penuh ‘debu kelalaian', maka datanglah shalat untuk membersihkannya. Ia merupakan ‘kolam renang’ ruhani yang dapat membersihkan ruh dan menyucikan hati, lima kali dalam sehari semalam, sehingga tidak tersisa kotoran sedikit pun.

Pelaksanaan shalat dalam Islam mempunyai keistimewaan tersendiri, yaitu dilaksanakan dengan cara berjamaah dan adanya adzan.

Karena begitu pentingnya arti shalat berjamaah, hampir-hampir Rasulullah Saw membakar rumah suatu kaum karena mereka ketinggalan dari shalat berjamaah dan melakukan shalat di rumah mereka masing-masing.

Shalat berjamaah dalam Islam sangatlah penting, kecuali bagi yang uzur syar’i semisal sakit, tua renta, dan musafir. Saking pentingnya, arti shalat berjamaah, Islam mewajibkannya meskipun di tengah-tengah peperangan yang dikenal dengan shalat Khauf.menekankan kepada kita untuk senantiasa mendirikan shalat secara berjamaah, walaupun di tengah-tengah peperangan, yang dikenal dengan shalat "Khauf." Shalat ini merupakan shalat berjamaah yang khusus dilakukan pada saat peperangan di belakang satu imam dengan dua tahapan. Pada tahap pertama sebagian orang-orang yang ikut berperang shalat terlebih dahulu satu rakaat di belakang imam, kemudian meninggalkan tempat shalat untuk menuju ke medan perangnya dan menyempurnakan shalatnya di sana, kemudian pada tahapan berikutnya datanglah sebagian yang semula menghadapi musuh, untuk mengikuti shalat dibelakang imam.

Ini semua mereka lakukan dengan membawa senjata perang dan dengan penuh kewaspadaan. Mengapa ini semua mereka lakukan? Semata-mata agar tidak seorang pun dari mujahidin yang kehilangan keutamaan shalat berjamaah yang sangat ditekankan oleh Islam. Perihal tentang shalat ini lebih jauh, Allah Swt menjelaskannya pada surat (An-Nisa': 102):

Ayat ini selain menunjukkan kedudukan shalat berjamaah juga menunjukkan betapa pentingnya kedudukan shalat itu sendiri. Berlangsungnya peperangan, siap siaganya musuh dan kesibukan dalam berjihad fi sabilillah itu tidak menggugurkan kewajiban shalat. Tetapi tetap wajib dilaksanakan dengan cara semampunya, walaupun tanpa ruku', sujud dan menghadap kiblat ketika dalam peperangan yang serius. Cukuplah dengan berniat ketika dalam kondisi darurat dan melakukan apa saja yang mungkin dikerjakan seperti tilawah, isyarat berdzikir dan sebagainya.

Shalat juga memiliki keistimewaan dengan adzan, itulah seruan Rabbani yang suaranya menjulang tinggi setiap hari lima kali. Adzan berarti mengumumkan masuknya waktu shalat, mengumumkan tentang aqidah yang asasi dan prinsip-prinsip dasar Islam, meliputi, "Allahu akbar (Allah Maha Besar) empat kali, Asyhadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, dua kali. Hayya'alashshalaah dua kali. Hayya 'alalfalaah, dua kali, Allahu akbar, dua kali, kemudian membaca laa ilaaha illallah."

Adzan ini layaknya 'lagu kebangsaan' bagi ummat Islam yang didengungkan dengan suara tinggi oleh muadzin, lalu dijawab oleh orang-orang beriman di mana saja berada. Mereka bersama-sama ikut mengulang secara serempak kalimat-kalimat adzan yang didengar, untuk menghunjamkan nilai-nilainya dalam jiwa dan membuktikannya dalam akidah dan akhlak sehari-hari..

Shalat, sebagaimana disyariatkan oleh Islam, bukanlah sekedar hubungan ruhani dalam kehidupan seorang Muslim. Sesungguhnya shalat dengan adzan dan iqamatnya, berjamaah dengan keteraturannya, dilaksanakan di rumah Allah dengan kekhusu’annya, penampilan yang rapih, bersih dengan kesuciannya, menghadap ke kiblat' dengan ketepatan waktunya, maupun kewajiban-kewajiban lainnya seperti gerakan, tilawah, pujian, bacaan, maupun perbuatan-perbuatan, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, dengan ini semuanya maka shalat mempunya nilai lebih dari hanya sekedar ibadah. Sesungguhnya shalat merupakan sistem hidup, manhaj pendidikan dan pengajaran yang sempurna, yang meliputi (kebutuhan) fisik, akal dan hati. Tubuh menjadi bersih dan bersemangat, akal bisa terarah untuk mencerna ilmu, dan hati menjadi bersih dan suci. Karenanya, jiwa pun menjadi lapang dan tenang.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah...
Shalat merupakan tathbiq 'amali (contoh kongkrit) dari prinsip-prinsip Islam baik dalam aspek politik maupun sosial kemasyarakatan yang ideal. Sehigga nilai persaudaraan, persamaan dan kebebasan itu terwujud nyata. Terlihat pula dalam shalat makna keprajuritan orang-orang yang beriman, ketaatan yang paripurna dan keteraturan yang indah.

Imam Asy-syahid Hassan Al Banna berkata, dalam menjelaskan shalat secara sosial, setelah beliau menjelaskan pengaruh shalat secara ruhani: "Pengaruh shalat tidak berhenti pada batas pribadi, tetapi shalat itu sebagaimana disebutkan sifatnya oleh Islam dengan berbagai aktifitasnya yang zhahir dan hakikatnya yang bersifat bathin merupakan minhaj yang kamil (sempurna) untuk mentarbiyah ummat yang sempurna pula. Shalat itu dengan gerakan tubuh dan waktunya yang teratur sangat bermanfaat untuk tubuh, sekaligus ia merupakan ibadah ruhiyah. Dzikir, tilawah dan doa-doanya sangat baik untuk pembersihan jiwa dan melunakkan perasaan. Shalat dengan dipersyaratkannya membaca AL Fatihah di dalamnya, sementara AL Qur'an menjadi kurikulum Tsaqafah Islamiyah yang sempurna telah memberikan bekal pada akal dan fikiran dengan berbagai hakekat ilmu pengetahuan, sehingga orang yang shalat dengan baik akan sehat tubuhnya, lembut perasaannya dan akalnya pun mendapat gizi. Maka kesempurnaan manakah dalam pendidikan manusia secara individu setelah ini? Kemudian shalat itu dengan disyaratkannya secara berjamaah, maka akan bisa mengumpulkan ummat lima kali setiap hari dan sekali dalam satu pekan dalam shalat jum'at di atas nilai-nilai sosial yang baik, seperti ketaatan, kedisiplinan, rasa cinta dan persaudaraan serta persamaan derajat di hadapan Allah yang Maha Tingi dan Besar. Maka kesempurnaan yang manakah dalam masyarakat yang lebih sempurna daripada masyarakat yang tegak di atas pondasi tersebut dan dikuatkan di atas nilai-nilai yang mulia?

Sesungguhnya shalat dalam Islam merupakan sarana tarbiyah yang sempurna bagi individu dan pembinaan bagi membangun ummat yang kuat. Shalat yang lurus dan sempurna, bisa membawa dampak kebaikan bagi pelakunya dan bisa membuang sifat-sifat buruk yang ada. Shalat telah mengambil dari "Komunisme" makna persamaan hak dan persaudaraan yaitu dengan mengumpulkan manusia dalam satu tempat yang tidak ada yang memiliki kecuali Allah yaitu Masjid; dan Shalat telah mengambil dari"kediktatoran" makna kedisplinan dan semangat yaitu dengan adanya komitmen untuk berjamaah' mengikuti Imam dalam setiap gerak dan diamnya, dan barang siapa yang menyendiri, maka ia akan menyendiri dalam neraka. Shalat juga mengambil dari "Demokrasi" suatu bentuk nasehat, musyawarah dan wajibnya mengembalikan Imam ke arah kebenaran apabila ia salah dalam kondisi apa pun. Dan shalat biasa membuang segala sesuatu yang jelek yang menempel pada semua ideologi tersebut di atas seperti kekacauan Komunisme, penindasan diktaktorisme, kebebasan tanpa batas demokrasi, sehingga shalat merupakan minuman yang siap diteguk dari kebaikan yang tidak keruh di dalamnya dan tidak ada keruwetan"

Ma’asyral muslimin rahimakumullah....
Umat Islam telah sepakat, bahwa siapa saja yang meninggalkan shalat karena menentang kewajiban shalat dan karena menghinanya maka ia telah kafir. Tidak seorang pun di antara para Imam Mazhab, semisal baik Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal, Imam Daud Azhahiri, Imam Ishaq maupun yang lainnya yang mengatakan bahwa shalat bagi seorang muslim boleh dikerjakan dan ditinggalkan sekehendak hatinya. Allah Swt berfirman:
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا (النساء: 103)
“Sesungguhnya shalat merupakan kewajiban bagi orang-orang yang beriman, yang waktunya telah ditentukan”. (An-Nisa: 103)

Oleh karena itu, bukanlah dikatakan masyarakat yang Islami, apabila ada masyarakat uang hidup tanpa ruku' dan sujud kepada Allah SWT, dan mereka tidak memperoleh sanksi atau pengajaran dengan alasan bahwa manusia itu mempunyai hak kebebasan untuk berbuat.
Bukanlah masyarakat Islami, masyarakat yang menyamakan antara orang-orang yang shalat dan orang-orang yang tidak shalat, apalagi mengutamakan orang-orang yang tidak shalat, dan menjadikan mereka sebagai pemimpin-pemimpin orang Islam.

Bukanla masyarakat Islami, mereka yang membangun perkantoran-perkantoran, lembaga-lembaga, pabrik-pabrik dan sekolah-sekolah, sementara di dalamnya tidak ada masjid yang dipergunakan untuk shalat dan didengungkan suara adzan.

Bukanlah masyarakat Islami, masyarakat yang tidak mengajarkan shalat kepada putera-puterinya di sekolah-sekolah dan di rumah-rumah, sejak masa kanak-kanak.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Read More Add your Comment 0 komentar


PENGARUH MEDIA KOMUNIKASI TERHADAP MASYARAKAT



Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah SWT...

Tema kita pada shalat Jumat kali ini merupakan tema yang sangat penting bagi semua orang tua muslim dalam menyikapi pengaruh tekhnologi modern bagi anak-anaknya, yaitu tentang bagaimana caranya mengantisifasi efek negatif dari tekhnologi modern.

Pengaruh ICT (Information and Comunication Technology) atau teknologi informasi dan komunkasi, menempati posisi yang sangat signifikan dan krusial di dalam mereduksi moral dan kepribadian generasi muda kita akhir-akhir ini. Dalam konteks ini, yang saya maksudkan adalah, gabungan antara media klasik seperti media cetak maupun elektronik, dan media baru seperti telepon seluler dan internet, karena kita dan anak-anak kita saat ini hidup di era ICT.

Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat, memaksa kita, para orangtua untuk kembali melihat, cara (kaifiyyat) atau methode yang harus diterapkan dalam mendidik anak-anaknya. Jika sedikit saja kita salah dalam menyampaikan informasi kepada anak-anak kita, walaupun menurut kita, bahwa cara yang kita tempuh sudah benar, tetapi dikarenakan kita tidak mengerti kondisi dan perkembangan tekhnologi saat ini, maka sangat mungkin, apa yang kita sampaikan menjadi tidak efektif, bahkan disalahgunakan oleh anak-anak kita.

Jamaah shalat Jum’at yang dimuliakan Allah SWT…

Kalau dahulu, tiga puluh tahu yang lalu, termasuk di kota-kota besar seperti Jakarta sekalipun, setelah Maghrib kita sering mendengar anak-anak tadarus Al-Qur'an. Kita pun akrab dengan mereka, mengaji bersama. Bahkan di setiap rumah pasti terdengar, sayup-sayup sampai, suara orang-orang sedang mengaji Al-Qur'an. Tradisi semacam ini bukan hanya di malam Jumat, tetapi hampir di setiap malam. Baik itu di rumah-rumah, di surau-surau, maupun di masjid-masjid yang ada di tengah masyarakat kita. Bukan hanya itu, anak-anak kita pun diajarkan langsung oleh orangtua-orangtua mereka tentang bagaimana cara mereka shalat, cara bersuci, dan tata-krama bersopan-santun. Bagi anak-anak puterinya, diajarkan bagaimana cara mereka menghadapi masa-masa tertentu, cara menghadapi masa menstruasi, cara menyikapi perkembangan alat-alat reproduksi, dan lain sebagainya. Itu semua diajarkan dan dibimbing satu-persatu oleh orangtua-orangtua kita dahulu, yaitu tiga puluh tahun yang lalu.

Produk tiga puluh tahun lalu itu adalah diri kita sekarang ini. Saya, Bapak-bapak, Ibu-ibu, dan Sadara-saudara sekalian yang ada di sini, bahkan masyarakat Indonesia secara umum sekarang ini adalah hasil produk sekitar tiga puluh tahun yang lalu. Produk yang masih menerima terpaan dan gemblengan agama yang masih cukup lumayan dari para orangtua kita. Kita adalah produk yang di zaman itu masih tidak mengenal apa yang namanya telepon seluler, apa yang namanya CD atau VCD, apa yang namanya internet, apa yang namanya tabloid, dan lain sebagainya.

Kalau dahulu para orangtua kita dengan begitu teilitinya, dengan begitu sabarnya, dengan begitu perhatiannya, menggembleng dan mendidik diri kita, sehingga menjadilah kita sekarang ini. Diri kita atau masyarakat Indonesia yang ada sekarang ini adalah hasil produk sekitar tiga puluh atau empat puluh tahun yang lalu. Jika kita lihat, diri kita saja yang dahulunya mendapat gemblengan dan terpaan agama yang cukup kuat, hasilnya masih seperti ini, lalu bagaimana dengan anak-anak kita di zaman sekarang ini?

Untuk lebih meyakinkan saudara, coba saudara cek sekali saja, saudara jalan-jalan sehabis Maghrib di tengah masyarakat yang saudara tinggal di dalamnya? Apa yang saudara dengar dari rumah-rumah penduduk? Dari rumah-rumah tetangga? Bahkan saudara cek di kampung halaman saudara, yang barangkali tidak sebesar kota Jakarta ini? Adakah terdengar suara anak-anak beserta orangtuanya sedang tadarus Al-Qur'an? Jangankan anak-anak kita rajin untuk membacar Al-Qur'an, jangankan putera-puteri kita faham tentang agama, tentang bagaimana menghadapi masa pubertas secara islami, terkadang anak-anak kita mengenal huruf arab saja tidak tahu! Coba kita perhatikan, apa yang kita saksikan setelah Maghrib pada keluarga-keluarga muslim saat ini? Kita lihat, bapaknya nonton berita atau sepakbola, ibunya nonton sinetron, anaknya yang paling tua main SMSan, adiknya, main internet, adiknya lagi main HP?

Coba kita bandingkan, kita saja yang dahulunya dapat gemblengan dan arahan yang lebih baik dari orangtua-orangtua kita, masih seperti ini? Kita masih lalai dalam mendidik anak-anak kita? Lalu bagaimana dengan generasi anak-anak kita selanjutnya? 20, 30, 40 tahun lagi? Yang mana mereka tidak mendapatkan arahan langsung dari kita? Kita biarkan begitu saja. Kita hanya mempercayakan mereka pada guru agama, pada ustadzah yang membimbingnya, tanpa kita turun tangan? Kita biarkan mereka membuka ingternet dengan bebasnya, padahal di internet sangat penuh dengan hal-hal negatif seperti pornografi, cerita esek-esek, kekerasan dan lain sebagainya, tanpa kita awasi? Kita biarkan mereka berinteraksi dengan HP mereka dengan lawan jenis dan pelayanan-pelayanan negatif lainnya yang tidak mendidik dan malah menjerumuskan! Bagaimana jadinya generasi kita mendatang kalau sudah seperti ini? Apa yang akan terjadi 20, 30, 40 tahun yang akan datang? Inilah yang harus kita perhatikan, dan kita renungkan bersama untuk mencari jalan keluarnya.

Belum lagi kita dapat membendung efek negatif ICT terhadap anak-anak dan keluarga kita yang mulai marak saat ini, pemerintah malah sengaja mengkampanyekan budaya internetisasi dengan slogan “mari kita galakan internet di masyarakat kita”. iklannya sudah ada di televisi “ayo kita sambut kehadiran internet”, “mari kita sambut internet di kampung kita”, “mari kita sambut internet di kelurahan kita” dan slogan-slogan lainnya. Nanti anak-anak kecil yang masih lugu-lugu dan polos itu disuruh melihat-lihat internet. Internet bakal ada di rumah-rumah, di sekolah-sekolah, bahkan di mushola-mushola sekalipun. Fenomena itu bakal terjadi bukan hanya di kota-kota besar, tetapi di kampung-kampung dan di desa-desa, mereka bakal akrab dengan dunia internet. Internet bagus, tekhnologi baik, tetapi kita jangan hanya memikirkan efek positifnya saja tanpa melihat dan mempertimbangkan efek negatifnya. Kita harus pandai-pandai memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Semestinya pemerintah sudah mulai memikirkan dan mencari solusi terbaik tentang bagaimana cara untuk mengantisipasi efek-efek negatif ITC terhadap anak-anak dan keluarga. Tapi yang ada kan tidak?! Pemerintah membiarkan begitu saja tanpa adanya filterisasi dan counter atas efek negatif ITC ini?! Inilah yang kita khawatirkan.

Saudara-saudara kaum muslimin rahimakumullah…

Ada tiga poin pokok yang ingin saya sampaikan, berkaitan dengan efek negatif ICT ini terhadap keluaga kita.

Pertama, ideologi kebebasan. Orang-orang barat itu menginginkan masyarakat dunia mengikuti mereka. Kebebasan merupakan hak asasi manusia yang paling tinggi, kata mereka. Jadi, tidak ada orang yang berhak memaksa orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kehendak orang itu sendiri. Saat ini saja, jika kita perhatikan undang-undang yang ada di Indonesia tentang Komnas HAM atau Komnas Anak dan lain sebagainya, sudah sangat mengkhawatirkan. Sebagai contoh, jika ada orangtua yang ternyata dalam mendidik anaknya ada tindakan yang tidak disetujui oleh anaknya, lalu anaknya itu mengadu ke Komnas HAM anak, maka orangtuanya bisa diperkarakan. Begitu juga, jika ada seorang isteri yang tidak suka dengan nasehat suaminya, karena merasa hak individunya diintervensi, lalu dia mengadukan masalahnya pengadilan agama, maka isterinya itu berhak meminta cerai dari suaminya. Berkaitan dengan kasus perceraian semacam ini, di Indonesia sudah lebih dari lima puluh persen perceraian ditentukan oleh isterinya, bukan oleh suaminya. Semua ini adalah implikasi dari proses kebebasan yang kebablasan.

Di bidang politik, negara barat menggulirkan kebebasan dengan apa yang namanya demokrasi. Di mana-mana demokrasi dikampanyekan, yang penting suara rakyat. Apakah itu halal atau haram, tidak penting yang penting rakyat setuju, beres. Di bidang ekonomi, ada yang namanya liberalisasi ekonomi. Ada pasar bebas. Siap atau tidak siap, yang penting kalau sudah digulirkan harus siap, itulah hukum pasar yang harus diikuti. Masabodoh dengan si miskin atau si kaya. Tidak pandang punya modal yang cukup atau cekak. Kebebasan di bidang budaya. Bebas orang mengekspresikan pikiran dan gagasan. Maka munculah aliran-aliran dan agama-agama baru di Indonesia. Pada saatnya nanti, karena alasan HAM, mereka tidak bisa ditolak.

Padahal dalam Islam juga ada kebebasan, tetapi kebebasan yang terbatas. Kebebasan Islam punya aturan, punya akhlak dan tatakrama, bukan liberal yang tanpa batas. Bukan kebebasan yang kebablasan. Melainkan pada hakikatnya, kebebasan yang dibutuhkan oleh manusia itu sendiri. Kebebasan yang dipandu oleh wahyu Tuhan Yang Maha Bijaksana, yang memahami manusia sebagai hasil produk-Nya. Berkaitan dengan ini, ada satu hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud:

إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ اْلأُوْلَي: إِذَا لَمْ تَسْتَحِيْ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ. (رواه الترمذي).

“Sesungguhnya di antara hal yang ditemukan umat manusia dari para nabi-nabi terdahulu adalah ungkapan, “Jika kamu tidak malu, maka lakukanlah apa yang kamu suka.”

Itulah universal deklaration yang dapat kita jumpai dari para nabi dan rasul terdahulu. Dalam kesempatan lain Rasulullah SAW juga bersabda:

عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ

“Hiduplah sesuka hatimu, tapi ingatlah suatu saat kamu pasti akan mati.”

Dengan bahasa lain, Rasulullah SAW mengatakan, mau bebas silahkan, mau bohong silahkan, mau ingkar silahkan, mau taat juga silahkan. Semuanya terserah anda, karena pada akhirnya itu semua akan berpulang kepada diri Anda sendiri. Hasil dari perbuatan Anda akan anda lihat dan saksikan sendiri, karena nanti Anda pun akan mati dan segala amal perbuatan Anda diperhitungkan. Jadi, kebebasan dalam agama kita ada batasan-batasannya. Ini poin yang pertama.

Poin yang kedua, media ICT yang ada saat ini, seringkali memunculkan hal-hal yang bertentangan dengan agama. Di antaranya adalah fitnah, provokasi, gosip, dan berbagai macam ekspresi fisik, maupun ekspresi pemikiran yang bertentangan dengan ajaran agama. Banyak sekali orang di antara kita yang ingin populer, mereka membeberkan aib saudaranya, bahkan membeberkan aib dan auratnya sendiri. Padahal setiap kali kita selesai shalat, kita sering meminta kepada Allah, “Allâhumastur aurâtina”, ya Allah tutupilah aib dan kelemahan kami. Tapi pada kenyataannya, hanya karena ingin populer, kita rela mengeksploitasi aib diri kita sendiri? Para ulama berkata:

مَنْ اِعْتَصَمَ بِعَقْلِهِ ظَلَّ وَمَنْ اِسْتَغْنَيْ بِمَالِهِ قَلَّ وَمَنْ عَزَّ بِمَخْلُوْقٍ زَلَّ

“Barangsiapa yang hanya bersandar kepada otaknya dia akan sesat, barangsiapa yang bergantung kepada hartanya dia akan kurang, barangsiapa yang mengagung-agungkan makhluk dia akan tergelincir.”

Ini bisa kita buktikan saudara-saudara hadirin rahimakumullah. Kalau dalam hidup ini kita hanya mengandalkan otak kita saja, maka kita akan stress. Contoh, banyak di antara kita, jika membuka cashflow hariannya, atau menghitung pemasukan dan pengluaran belanja harian dia, maka dia akan stress. Ternyata kalau dihitung-hitung tidak akan cukup. Belum untuk belanja dapur, belum untuk biaya anak sekolah, belum untuk anak yang kuliah, belum untuk transportasi, belum lagi kalu ada tamu atau biaya-biaya mendadak seperti sakit, kecelakaan, kondangan, ada kumpul-kumpul, dan lain sebagainya. Maka gaji yang kita dapat atau pemasukan yang kita peroleh kalau dihitung dengan cara seperti ini tidak akan cukup. Otak kita akan tersesat. Bukan cuman tersesat, tapi hidup kita bakalan jadi stress.

Ini kalau kita menghitungnya pakai kalkulator manusia. Tapi kalau kita menghitungnya dengan kalkulator Tuhan, lain lagi. Pasti cukup. Semuanya dalam hidup ini terasa ringan, karena Allah SWT telah mengaturnya.

Wamanistagna bimalihi qalla, dan barangsiapa yang bergantung kepada hartanya dia akan kurang. Tidak akan pernah merasa cukup, karena harta sifatnya relatif dan jumlahnya sangat terbatas. Bahkan seluruh harta yang kita miliki sebenarnya adalah pemberian dari Yang Maha Kuasa. Waman azza bi makhluqin zalla, barangsiapa yang mengagung-agungkan makhluk dia akan tergelincir, karena makhluk banyak kekurangannya, terlalu banyak cela dan aibnya. Ini poin kedua dari efek negatif adanya tekhnologi ICT.

Poin ketiga yang perlu kita renungkan adalah, informasi yang masuk kepada kita banyak yang tidak akurat. Oleh karena itu kita mesti menyeleksinya, informasi yang datang kepada kita betul atau tidak? Valid atau cuman kabar burung? Akurat atau cuman berita sekedar lewat? Dan lain sebagainya. Ini sesuai dengan perintah Allah SWT di dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (6)

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. Al-Hujuraat: 6).

Jika datang kepada kalian suatu berita, maka chek and recheklah, sebelum kalian menyesal. Apalagi di zaman sekarang, pendidikan agama untuk anak-anak kita sangat minim. Pendidikan agama di sekolah hanya dua jam pelajaran atau empat puluh lima menit. Itu pun terkadang anak-anak kita tidak serius dalam mengikuti pelajaran agama. Informasi kebenaran yang diterima anak kita di zaman sekarang ini sangat sedikit. Di satu sisi, informasi yang tidak benar, informasi yang tidak mendidik, sangat mudah didapatkan.

Saudara-saudara kaum muslimin rahimakumullah…

Coba kita lihat kehidupan keseharian anak-anak kita. Lebih banyak mana yang mereka dapatkan, informasi benar atau informasi salah yang paling banyak? Mereka lebih sering nonton televisi ketimbang belajar agama. Lebih doyan main Play Station (PS) ketimbang mengaji. Kalau kita prosentasikan, jauh bandingannya antara hal-hal yang mendidik dengan yang tidak mendidik. Padahal masa anak-anak dan remaja adalah saat yang paling baik dalam membentuk mental dan moral anak-anak. Usia yang sangat membekas pagi daya nalar dan daya ingat mereka.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ. وَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ.

Hadirin jamaah shalat Jum’at yang dimuliakan Allah SWT!

Sebagai contoh bahwa tekhnologi modern sekarang ini sangat memungkinkan anak-anak kita untuk berbuat negatif dan asusila adalah tekhnologi internet, HP, LCD dan lain sebagainya. Kalau dulu anak perempuan kita jarang keluar rumah, disebut sebagai anak yang taat, anak yang baik. Tapi sekarang, belum tentu. Berapa banyak dari anak-anak kita yang betah tinggal di rumah tapi akhlak dan kelakuannya lebih bobrok dari orang yang yang suka keluar rumah. Ini bukan berari keluar keluyuran itu lebih baik, tapi artinya adalah, di zaman sekarang di dalam rumah saja bisa bobrok apalagi kalau di luar rumah! Kita sebagai orangtua terkadang tidak tahu apa yang sedang dilakukan oleh anak-anak kita di dalam kamar mereka. Di zaman sekarang, mereka bisa saja pacaran atau melakukan hal-hal amoral dengan lawan jenisnya semisal buka aurat dan mempertontonkan tubuhnya melalui webcame via internet, padahal pacarnya ada jauh di kota lain. Bisa saja mereka nonton filem blue melaui sarana internet atau buka wesite porno, karena layanan seperti itu sangat mudah didapatkan di internet. Belum lagi tekhnologi HP dengan TreeG dan LCDnya. Mereka juga bisa berbuat tidak senonoh dan dan mengumbar hawa nafsunya, membuka auratnya, dan kelakukan-kelakuan amoral lainnya melalui tekhnologi tersebut yang tidak jauh berbeda kecanggihannya. Jadi zaman sekarang, mendidik dan membina keturunan itu tidak mudah. Zaman yang kita lalui dahulu, tidak seperti zaman yang akan dilalui oleh anak-anak kita, lebih banyak tantangan dan bahayanya, karena kemunkaran lebih mudah untuk didapatkan.

Ini saja barangkali yang bisa saya sampaikan, semoga bermanfaat untuk kita semua. Mohon maaf jika banyak kekurangan. Wal’afwu minkum. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَصْلِحْ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ وَوَفِّقْهُمْ لِلْعَمَلِ بِمَا فِيْهِ صَلاَحُ اْلإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَ لاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لاَ يَخَافُكَ فِيْنَا وَلاَ يَرْحَمُنَا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.وَأَقِمِ الصَّلاَةِ!


Read More Add your Comment 0 komentar


MASJID DAN KUBURAN



Hadirin, jamaah shalat Jum’at yang dimuliakan oleh Allah SWT!
Pada kesempatan shalat Jumat yang berbahagia ini, saya akan menyampaikan suatu topik permasalahan yang cukup penting, yang akhir-akhir ini cukup meresahkan sebagian kaum muslimin dalam beribadah kepada Allah SWT. Suatu permasalahan yang dahulunya itu adalah bukan suatu masalah, namun sekarang dijadikan masalah. Bahkan menyeret kepada perpecahan umat. Padahal apa yang mereka yakini, bahkan mereka paksakan kepada kita, sebenarnya adalah suatu kekeliruan dan kesalahan fatal.

Lebih jelasnya, saya akan menyampaikan suatu topik permasalahan tentang kuburan dan mesjid, atau apa hukumnya jika ada suatu mesjid yang di dalamnya atau di sampingnya ada kuburan?

Ma’âsyiral muslimîn rahimakumullâh...
Perlu kita sadari bersama, bahwa di zaman kita sekarang ini sangat banyak fitnah yang terjadi di dalam tubuh umat Islam. Di antara fitnah-fitnah itu adalah timbulnya suatu aliran baru di awal abad 19. Aliran ini banyak berpegang kepada pendapat seorang ulama kontroversial yang hidup di abad ke-7 H./13 M. Faham ini telah memporak-porandakan persatuan dan kesatuan umat. Mereka secara sadar ataupun tidak sadar, secara âlim ataupun jâhil, disengaja maupun tidak, dengan niatan baik ataupun buruk, telah berani mengkafirkan saudara-saudaranya yang seiman dan seakidah, saudaranya yang meyakini bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasulullah.

Di antara faham yang mereka usung, sampai terkadang rela mengkafirkan umat ini adalah tentang sabda Nabi SAW yang berbunyi:

لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ (متفق عليه)
“Allah SWT melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai mesjid.”
Pemahaman yang benar dari hadis ini sesungguhnya adalah, bahwa kuburan itu yang dijadikan sebagai mesjid, bukan kuburan yang menempel atau ada di salah satu ruangan di dalam mesjid. Karena sesuatu yang menempel dengan kuburan bukanlah kuburan. Bangunan mesjid yang ada kuburan di dalamnya, tidak disebut sebagai kuburan. Demikian juga, kuburan itu tidak dikatakan sebagai mesjid. Jika demikian adanya, berarti tidak ada sesuatu yang diperdebatkan di dalam kandungan hadis ini, karena tuduhan dengan yang dituduhkan tidak terbukti. Ini jika kita memahami hadis ini dari sisi lahiriahnya atau jika kita ingin menelan mentah-mentah arti hadis ini apa adanya seperti yang mereka inginkan.

Sebagai pertimbangan, mari kita coba simak firman Allah SWT dalam surat al-Kahfi ayat 21:
قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا(21)
Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka (yakni orang-orang yang beriman) berkata, “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah mesjid di atas kuburan mereka.”
Lahiriah ayat ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan “orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka” di dalam ayat ini adalah orang-orang beriman. Karena mesjid dibangun oleh orang-orang beriman. Sedangkan orang-orang kafir mendirikan bangunan bukan mesjid seperti perkataan mereka dalam ayat ini, “Ubnû ‘alaihim bun-yânâ” yang artinya “dirikanlah sebuah bangunan di atas kuburan mereka”. Dari ayat ini dapat difahami, bahwa Allah SWT menyetujui dan menguatkan keberadaan orang-orang beriman yang membangun mesjid di atas makam orang shaleh, para Ashabul Kahfi. Bahkan, dirasakan ada semacam pujian ketika kuburan mereka dijadikan sebagai tempat untuk menyembah Allah SWT. Jika tidak demikian halnya, pasti Allah SWT akan memperjelas maksud dari ayat tersebut. Maka ayat ini menunjukkan bahwa membangun mesjid di atas kuburan adalah boleh.

Hal ini juga pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW. Seorang sahabat mulia yang bernama Abu Jandal bin Suhail telah membangun mesjid di atas kuburan seorang sahabat lain yang bernama Abu Bashîr ast-Tsaqafi dengan dihadiri oleh sekumpulan sahabat Rasulullah SAW yang lain, dan itu dilakukan di saat Rasulullah SAW masih hidup dan atas sepengetahuan beliau tanpa beliau ingkari. Riwayat lengkap hadis ini bisa hadirin temukan di dalam kitab-kitab turats terkenal, semisal kitab Asadul Ghâbah pada juz 5 halaman 35. Kitab hadis Sunanul Kubra karya ulama hadis terkemuka; Imam Baihaqi pada juz 9 halaman 227, kitab Al-Istî’âb karya Ibnu Abdul Bar pada juz 4 halaman 21, maupun kitab-kitab lain seperti riwayat Ibnu Ishaq dalam kitab As-Sîrah, riwayat Abu Mûsa dalam kitab al-Maghâzi. Ini alasan yang pertama.

Yang kedua, Rasulullah SAW telah dikuburkan di dalam rumah Siti Aisyah atas wasiat Rasulullah SAW sendiri. Beliau bersabda,
مَا قُبِضَ نَبِيٌّ إِلاَّ دُفِنَ حَيْثُ قُبِضَ (رواه ابن ماجه في سننه 1\520، والبزار في مسنده 1\55، وأبو يعلي في سننه 1\31،32، وابن عبد البر في التمهيد 24\399)
“Seorang nabi tidak dikuburkan kecuali di tempat dia wafat.”
Sedangkan rumah Siti Aisyah menempel erat dengan mesjid, dan pintunya terbuka lebar serta nampak dari dalam mesjid. Para sahabat –sebagai orang-orang yang paling mengerti betul tentang Islam— tidak pernah menutup dan merapatkan pintu rumah Aisyah ini sepeninggal Rasulullah SAW. Tidak seorang pun sahabat Rasulullah maupun para Tabiin setelahnya yang mengingkari kenyataan ini, padahal di tempat itu selalu didirikan shalat maupun rutinitas keagamaan yang lain. Maka sikap para sahabat ini merupakan ijma sahabat atau suatu kesepakatan seluruh sahabat Rasulullah SAW atas bolehnya kuburan menyatu dengan mesjid. Realitas tentang kuburan yang menyatu dengan mesjid ini bisa diartikan sebagai sunah para sahabat nabi yang lurus. Dalam hadis shahih dikatakan,
عليكم بسنتي وسنتة الخلفاء الراشدين من بعدي عضوا عليها بالنواجد (رواه أحمد 4\126، وأبو داود 4\200، والترميذي 5\44، وابن ماجه 1\15، وابن حبان في صحيحه 1\179، والحاكم في المستدرك 4\126).
“Kalian harus berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah khulafâurrâsyidîn sepeninggalku, genggamlah erat-erat.”

Sampai-sampai, pada masa khilafah Bani Umayah, semua yang tejadi dengan makam Rasulullah SAW ini berkaitan dengan perbaikan bangunan fisik makam Rasulullah SAW, dan tidak ada seorang pun dari imam-imam mazhab yang empat (Abu Hanifah An-Nu’man, Malik bin Anas, Syafi’i, Ahmad bin Hamabl) maupun orang-orang yang hidup sebelumnya meminta untuk mengeluarkan makam Rasulullah SAW atau setidak-tidaknya lingkungan makam Rasulullah SAW dari dalam mesjid, padahal mereka mengetahui hadis tentang larangan menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah atau mesjid. Bahkan makam Rasulullah SAW selalu ramai dikunjungi seusai para sahabat menunaikan shalat.

Yang Ketiga, Sejarah telah mencatat dan menegaskan bahwa kuburan Nabi Ismail AS ada di bekas reruntuhan di bawah dinding Ka’bah bersama kuburan-kuburan yang lain. Jika keberadaan kuburan di dalam mesjid suatu yang terlarang sebagaimana faham yang mereka anut, maka hadis masyhur dari Rasulullah SAW tentang shalat di dalam mesjidil Haram lebih baik dari shalat di tempat lain di muka bumi ini menjadi tidak benar. Paling tidak, Rasulullah SAW pasti akan memerintahkan untuk menggali atau memindahkan keberadaan kuburan itu. Namun Rasulullah tidak melakukan itu.
Begitu juga dengan kuburan-kuburan yang ada di dalam mesjid Al-Aqsa di Palestina. Telah dapat dipastikan dan ditetapkan, bahwa di sana banyak kuburan para nabi dari keturunan nabi Ibrahim AS. Sebagaimana kita tahu bersama, Rasulullah SAW melakukan shalat di sana pada malam Isra dan Miraj. Mesjid Aqsha juga sebagai mesjid ketiga yang paling afdhal dan besar pahalanya di dalam mendirikan shalat.
Dalam hadis riwayat Bazzâr yang seluruh para perawi hadisnya terpercaya disebutkan, bahwa di atas mesjid Khaif yang ada di Mina terdapat puluhan kuburan orang-orang shaleh. Nabi SAW, para Sahabat, juga para Tabiin shalat di dalamnya tanpa ada satu orangpun yang mengingkari.

Yang Keempat, Mesjid-mesjid semacam ini sengaja dibangun di sisi kuburan berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan tadi. Juga untuk memperoleh berkah dan rahmat dari Allah SWT atas pembacaan Al-Quran yang dilantunkan di dalam mesjid, dzikir dan kumandang azan, berharap mayit di dalam kubur mendapatkan rahmat dan ampunan dari Allah atas kedekatannya di sisi mesjid. Jika si mayit adalah orang yang alim dan shaleh, semoga dia menjadi contoh dan suri tauladan bagi yang masih hidup.

Yang Kelima, Dari sejak zaman Rasulullah SAW sampai sekarang, tidak ada satupun ulama Islam yang mengatakan haram hukumnya jika kita shalat menghadap kuburan atau shalat di atas kuburan, kecuali seorang ulama kontroversial yang saya sebutkan tadi. Hukum shalat menghadap kuburan atau di atas kuburan adalah boleh, paling maksimal adalah makruh tidak haram. Di dalam kitab Mudawwanah Kubra karya Imam Malik (seorang Imam Mazhab dalam Islam) sangat jelas disebutkan, “Ibnu Qâsim sahabat Imam Malik ditanya, “Apa pendapat Imam malik jika ada seseorang yang shalat di depan kuburan. Ibnu Qasim menjawab, “Imam Malik tidak melihat ada masalah jika seseorang shalat di depan kuburan. Bahkan dia sendiri jika shalat, kuburan terkadang ada di depannya, atau di belakangnya, atau di samping kanan dan kirinya,”. Sehingga Imam Malik berkata, “Telah sampai hadis kepadaku, bahwa para sahabat Rasulullah SAW shalat di kuburan.” Coba kita perhatikan sekali lagi! Anehnya, kelompok faham ini mengklaim bahwa Imam Malik melarang umat Islam untuk shalat di depan kuburan.

Oleh karena itu, Siti Aisyah tinggal dan menetap satu ruangan dengan makam Rasulullah SAW. Di ruangan itu juga ada makam sahabat yang lain; Abu Bakar dan Umar ra.

Yang Keenam, yang masih ada kaitannya dengan hukum shalat di kuburan atau menghadap kuburan adalah pendapat Imam Malik, seorang ulama hadis dan Imam Mazhab. Beliau mengatakan bahwa larangan untuk duduk di atas kuburan adalah larangan untuk duduk membuang hadas seperti kencing dan buang air besar. Beliau mengatakan boleh hukumnya untuk duduk di atas kuburan dengan dalil hadis shahih bahwa Sayidina Ali Karamallahu Wajhah dan para sahabat yang lain menggelar tikar, duduk dan tidur di atas kuburan. Sedangkan Sayidina Ali ra. digelari oleh Rasulullah SAW sebagai kota ilmu. Dalam hadis lain dikatakan Sayidina Ali ra. sebagai pintu dari kota ilmu. Oleh karena itu, maka dapat dipastikan, bahwa arti duduk dalam hadis itu adalah kinayah atau kiasan yang berarti duduk untuk buang hajat.

Adapun tuduhan bahwa menguburkan mayit di sisi mesjid sebagai suatu kemusyrikan adalah fitnah, tidak rasional, bukan akhlak islami, penyelewengan agama, penggelapan ilmu, dusta yang nyata kepada Allah SWT dan nabi-Nya, kepada para ulama dan orang-orang mukmin. Na’ûdzubillâh… Karena kita semua mengetahui bahwa kita tidak menyembah dan meminta kepada kuburan. Hadis لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ (متفق عليه) . “Allah SWT melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai mesjid.” Adalah larangan untuk menjadikan kuburan para Nabi dan orang-orang shaleh sebagai sesuatu yang disembah dengan menyekutukan Allah SWT. Para sahabat Rasulullah SAW dan ulama hadis memahami larangan Nabi SAW dalam hadis:
"لا تصلوا إلي قبر ولا تصلوا علي قبر"
"Janganlah kalian shalat menghadap dan di atas kuburan” sebagai pemahaman tauhid, yaitu larangan bagi orang yang tauhidnya kepada Allah SWT masih lemah, sehingga dikhawatirkan dia akan goyah dan salah pemahaman ketika dia shalat menghadap kuburan. Oleh karena itu Nabi SAW bersabda,
"كنت نهيتكم عن زيارة القبر فزوروها".
Dahulu aku melarang ziarah kubur, tetapi sekarang ziarahilah oleh kalian”.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

KHUTBAH JUMAT KEDUA

الحمد لله الملك الوهاب، الجبارالتواب، الذي جعل الصلات مفتاحا لكل باب، فالصلاة والسلام علي من نظر الي جماله تعالي بلا سطر ولا حجاب وعلي جميع الآل والأصحاب وكل وارث لهم الي يوم المآب. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أما بعد.
أيها الحاضرون رحمكم الله... قَالَ الله تَعَالَى: (يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ). إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَارْضَ عَنْ سَادَاتِنَا أَصْحَابِ رَسُوْلِكَ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ اِلَي يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.وَأَقِمِ الصَّلاَةِ!


Read More Add your Comment 0 komentar


MENGINGAT MATI




Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan oleh Allah Swt....
Pada kesempatan yang berbahagia ini, izinkanlah saya berwasiat, baik bagi diri saya sendiri, maupun bagi hadirin sekalian, untuk selalu dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan diri kita kepada Allah Swt. Karena hanya dengan landasan keimanan dan ketakwaan sajalah, kita akan dapat selamat, baik di dunia, maupun di akhirat.

Dalam khutbah Jum’at kali ini, saya tidak akan membawakan tema baru. Justeru saya ingin sedikit mengendapkan maklumat-maklumat hadirin sekalian yang terdahulu, dan saatnya sekarang untuk sedikit merenungi dan mengingat-ngingat kembali, maksud dan tujuan dari khutbah Jumat yang amat banyak tersebut. Karenanya, berdirinya saya di sini, hanya untuk kembali mengulang dan mengulang, hanya untuk kembali mengingatkan kita semuanya, baik bagi diri saya maupun bagi hadirin sekalian yang dimuliakan oleh Allah Swt. Seiring dengan firman Allah:
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ ( الذاريات: 55)
“Ingatkanlah olehmu, sesungguhnya peringatan itu sangat bermanfaat bagi orang-orang yang beriman”. (Adzdzaariyaat: 55).”

Maka berlandaskan firman tadi, pada kesempatan yang berbahagia ini, saya kembali mengajak hadirin sekalian untuk merenungi maksud dan tujuan hidup ini, melalui sebuah sarana, yang barangkali dapat mengimbangi gerak langkah hidup kita di dalam mengarungi hiruk-pikuknya bahtera dunia ini, mudah-mudahan dapat sedikit memotifasi diri kita semua di dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt, yaitu melalui sarana “mengingat mati”.

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati oleh Allah Swt....
Hidup hanyalah tempat persinggahan sementara. Adapun kematian, sesungguhnya merupakan awal kehidupan manusia yang kekal dan abadi. Nabi Saw bersabda:

مَا مَثَلِي وَمَثَلُ الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ سَارَ فِي يَوْمٍ صَائِفٍ فَاسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا (رواه إبن ماجه وأحمد).
“Aku dan dunia bagaikan seseorang yang tengah mengadakan perjalanan di suatu hari yang panas, lalu berteduh sejenak di bawah rindangnya sebuah pohon, lantas pergi meninggalkan pohon itu untuk melanjutkan kembali perjalanan panjang”. (HR. Ibnu Mâjah dan Ahmad).

Allahpun berfirman:
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ(32)
“Kehidupan di dunia ini bagaikan permainan dan senda gurau belaka. Sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Apakah kamu tidak berpikir?” (QS. Al-Anâm [6]: 32)

Begitu jelas makna hadis dan ayat tadi. Logikanya, kalau kehidupan ini bukanlah tujuan akhir, melainkan hanya persinggahan sementara untuk sebuah perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan, maka bekal apakah yang seharusnya kita siapkan untuk sebuah perjalanan yamg maha panjang tersebut? Di antara hal yang dapat memotivasi diri kita untuk mempersiapkan bekal tersebut dengan sebaik-baiknya adalah memperbanyak mengingat mati.

Nabi Saw bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ (رواه الترميذي وابن ماجه).
"Perbanyakkanlah mengingati mati, niscaya kalian akan dapat menyepelekan kelezatan dunia”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Kalaulah kita bersedia untuk selalu mengejar harta, pangkat dan jabatan yang hanya sementara, bahkan belum tentu semua itu dapat kita rasakan, mengapa kita tidak bersedia untuk mempersiapkan diri kita kepada hal yang sudah pasti akan kita rasakan. Bukankah kenyataan hidup selama ini mengatakan, bahwa umur manusia ada akhirnya ? Bukankah Allah Swt sudah jelas-jelas berfirman:
كل نفس ذائقة الموت. (آل عمران: 185)
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati”. (Ali Imran: 185) Tidak ada yang bisa menahan dan menghalanginya.
فإذا جاء أجلهم لا يستاخرون ساعة ولا يستقدمون. (النحل: 61)
“Jika telah datang ajalnya, maka tidak dapat diakhirkan atau dimajukan, walaupun hanya sesaat”. (An-Nahl: 61).

Suatu hari nabiyullah Yakub As berjumpa dengan malaikat pencabut nyawa, Izrail As. Beliau menginginkan di saat ajalnya sudah mendekat, agar diberitahu terlebih dahulu sebelumnya, sehingga menjadi lebih siap di dalam menghadapi sakaratul maut yang akan dia hadapi. Oleh karenanya, Nabiyullah Ya’kub meminta malaikat pencabut nyawa, untuk mengirimkan utusannya terlebih dahulu sebelum dicabut nyawanya.
Suatuk ketika, di saat malaikat maut datang menjemput Nabi Yakub As untuk mencabut nyawanya, beliau bertanya, "Bukankah dulu pernah aku bilang kepadamu untuk dikirimkan utusan terlebih dahulu sebelum engkau mencabut nyawaku?" Malaikat maut menjawab, "Demi Allah, telah banyak utusanku datang memberi peringatan kepadamu wahai nabiyallah”, Dengan agak heran nabi Yakub berkata, "Aku tidak pernah tahu dan tidak pernah mengenalnya?" Malaikat maut pun menjawab, "Bukankah telah datang utusanku berupa sakit, uban, pendengaran berkurang dan penglihatan yang mulai kabur?"

Abu Dzar meriwayatkan, bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda, "Berziarah kuburlah kalian, karena dia dapat mengingatkan kamu kepada akhirat. Mandikanlah orang mati karena mengurus orang mati dapat menjadi peringatan yang cukup mendalam bagimu. Shalatkanlah jenazah karena ia dapat menyedihkan hati kamu. Sedangkan orang yang bersedih karena Allah Swt, berarti dia bersedia untuk melaksanakan amal kebajikan.

Sakitnya Sakaratul Maut
Hadirin yang dimuliakan oleh Allah Swt...
Mengenai sakitnya sakaratul maut, ada sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Ikrimah dari Ibnu Abbas Ra: Suatu ketika, pernah Nabi Ibrahim As berdialog dengan Malaikat Maut tentang sakaratulmaut. Khalilullah ini bertanya, “Dapatkah engkau memperlihatkan rupamu kepadaku saat engkau mencabut nyawa manusia yang gemar berbuat dosa?” Malaikat menjawab pendek: “Engkau tidak akan sanggup.”“Aku pasti sanggup,” tegas nabi Ibrahim. “Baiklah, berpalinglah dariku,” pinta si Malaikat.

Saat Nabi Ibrahim as berpaling kembali, di hadapannya telah berdiri sesosok makhluk berkulit legam dengan rambut berduri, berbau teramat busuk, dan berpakaian serba hitam. Dari hidung dan mulutnya tersembur jilatan api. Seketika itu pula Nabi Ibrahim as jatuh pingsan! Ketika tersadar kembali, beliau pun berkata kepada Malaikat Maut, “Wahai Malaikat Maut, seandainya para pendosa itu hanya diperlihatkan keburukan rupamu saja di saat kematiannya, niscaya itu sudahlah cukup sebagai hukuman atasnya.”

Dari beberapa riwayat, selain nabi Ibrahim As, nabi Idris, dan Daud , Nabi Isa as juga pernah dihadapkan pada fenomena penampakan Malaikat Maut. Kesimpulan dari semua itu, bahwa sakaratulmaut belum seberapa bila dibandingkan dengan sakaratulmaut itu sendiri. Sakaratulmaut adalah sebuah ungkapan untuk menggambarkan rasa sakit yang menyerang inti jiwa manusia dan menjalar ke seluruh bagian tubuh, sehingga tak satu pun bagian badan yang terbebas dari rasa sakit itu. Malapetaka paling dahsyat di kehidupan paripurna manusia ini, memberi rasa sakit yang berbeda-beda pada setiap orang, tergantung amal dan ibadahnya.

Untuk menggambarkan rasa itu, pernah Rasulullah S.A.W berkata: “Kematian yang paling mudah adalah serupa dengan sebatang duri yang menancap di selembar kain sutera. Lantas Nabi bertanya, apakah duri itu dapat terambil begitu saja tanpa membawa bagian sutera yang koyak?”

Pada kesempatan lain Nabi Saw bersabda: “Sakitnya sama dengan tiga ratus tusukan pedang.”
Diriwayatkan, ketika ruh Nabi Ibrahim as akan dicabut, Allah SWT bertanya kepada Ibrahim: “Bagaimana engkau merasakan kematian wahai khalilullah (khalilullah berarti sahabat Allah)?“ Beliau menjawab, “Seperti sebuah pengait yang dimasukkan ke dalam gumpalan bulu basah yang kemudian ditarik.”“Yang seperti itulah, sudah Kami ringankan atas dirimu,” kata Allah Swt.

Rasulullah S.A.W sendiri menjelang akhir hayatnya berucap: “Ya Allah ringankanlah aku dari sakitnya sakaratulmaut” berulang hingga tiga kali. Padahal telah ada jaminan dari Allah SWT bahwa beliau akan masuk surga. Mari kita bandingkan tingkat keimanan dan keshalehan beliau dengan diri kita, yang hanya manusia biasa ini.

Proses Sakaratul Maut
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah....
Bagaimanakah sebenarnya proses sakaratul maut itu telah berlaku pada manusia? Dalam hal ini baginda Rasullullah Saw telah memberitahukan kita: Apabila telah sampai ajal seseorang, maka akan masuklah satu kumpulan malaikat ke dalam lubang-lubang kecil di dalam badannya, lalu mereka menarik rohnya melalui kedua telapak kakinya hingga sampai kelutut. Setelah itu datang sekumpulan malaikat yang lain, masuk untuk menarik roh dari lutut hingga sampai ke perut, kemudian mereka pun keluar. Datang lagi satu kumpulan malaikat yang lain masuk dan menarik rohnya dari perut hingga sampai ke dada, setelah itu mereka pun keluar.

Dan akhir sekali, datang lagi satu kumpulan malaikat masuk dan menarik roh dari dadanya hingga sampai ke kerongkong, itulah yang dinamakan dengan saat nazak orang tersebut.

Rasullullah S.A.W. melanjutkan: "Jika orang yang nazak itu orang beriman, maka malaikat Jibrail A.S. akan menebarkan sayapnya yang kanannya sehingga orang yang nazak itu dapat melihat kedudukannya di syurga. Di saat orang yang beriman itu melihat syurga, dia akan lupa kepada orang yang berada disekelilinginya, akibat kerinduannya yang teramat sangat kepada syurga, dia melihat terus apa yang dilihatnya pada sayap Jibrail As." Adapun, jika orang yang nazak itu orang munafik, maka Jibrail As. akan menebarkan sayap kirinya. Maka orang yang nazak itu dapat melihat kedudukannya di neraka dan dalam masa itu orang itu tidak lagi melihat orang disekelilinginya, akibat terlalu takutnya dia melihat neraka yang akan menjadi tempat tinggalnya kelak.

Ketika ruh manusia telah keluar dari jasadnya, berarti dia telah memasuki alam baru, bukan alam dunia lagi melainkan alam Barzah, alam pemisah antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat, menunggu hari perhitungan.
Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّ الْقَبْرَ أَوَّلُ مَنْزِلٍ مِنْ مَنَازِلِ الْآخِرَةِ فَإِنْ نَجَا مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَرُ مِنْهُ وَإِنْ لَمْ يَنْجُ مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ مِنْهُ (رواه النرمدي وابن ماجه واحمد).
"Kuburan adalah awal kehidupan akhirat. Jika seseorang selamat daripadanya, maka kehidupan setelahnya menjadi lebih mudah. Namun, jika ia tidak selamat daripadanya, maka kehidupan setelahnya lebih mengerikan.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah suatu hari menasehati para sahabatnya, beliau berkata: Jika kalian melewati kuburan, lihatlah... betapa sempitnya rumah-rumah mereka sekarang.
-Tanyakan kepada orang-orang kaya mereka, masih tersisakah harta mereka?
-Tanyakan pula kepada orang-orang miskin di antara mereka, masih tersisakah kemiskinan mereka?
-Tanyakan tentang lisan yang dengannya mereka berbicara, sepasang mata yang dengannya mereka melihat indahnya pemandangan?.
-Tanyakan pula tentang kulit-kulit nan lembut dan wajah-wajah cantik jelita, tubuh-tubuh yang halus-mulus, apa yang diperbuat oleh ulat-ulat di balik kain kafan mereka? Lisan-lisan itu telah hancur, wajah-wajah cantik jelita itu telah dimakan ulat, anggota badan mereka telah terpisah-pisah berserakan.
-Lalu di mana pelayan-pelayan mereka yang setia?
-Di mana tumpukan harta dan sederetan pangkat mereka?
-Di mana rumah-rumah gedong mereka yang banyak dan menjulang tinggi?
-Di mana kebun-kebun mereka yang rindang dan subur?
-Di mana pakaian-pakaian mereka yang indah dan mahal?
-Di mana kendaraan-kendaraan mewah kesukaan mereka?
-Bukankah mereka kini berada di tempat yang sangat sunyi?
-Bukankah siang dan malam bagi mereka sama saja?
-Bukankah mereka berada dalam kegelapan?
-Mereka telah terputus dengan amal mereka. Mereka telah berpisah dengan orang-orang yang sangat mereka cintai, dengan harta yang mereka puja-puja, dengan gaya hidup yang mereka banggakan. Orang-orang yang mereka cintai tidak mau ikut bersamanya, harta yang mereka tinggalkan malah akan menjadi beban jika digunakan bukan di jalan yang Allah ridhai. Ketika itu, yang masih bermanfaat hanyalah tiga: shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anaknya yang shaleh yang mendo’akan dirinya.” Demikianlah nasehat dari Umar bin Abdul Aziz.

Muhammad bin Shabih berkata, “telah sampai berita kepada kami, bahwa manakala seseorang telah diletakkan di kuburannya, lalu disiksa atau mendapatkan sesuatu yang dibenci, tetangga kuburnya dari orang-orang yang telah meninggal sebelumnya berkata kepadanya, 'Wahai pendatang baru, tidakkah engkau mengambil pelajaran dari kami? Tidakkah engkau merenungkan kematian kami yang mendahuluimu? Bukankah engkau mengetahui bahwa amal kami telah terputus, sementara engkau masih diberi waktu? Mengapa tidak engkau kejar apa yang tidak diperoleh oleh saudara-saudaramu ini?

Relevan dengan firman Allah Swt:
حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ. لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ. (المؤمنون: 99-100)
"hingga datanglah kematian kepada salah seorang dari mereka, dia berkata: ya tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat amal shaleh dari apa yang telah aku tinggalkan (dahulu). Sekali-kali tidak. Itu hanyalah omongan belaka (yang tidak bermanfaat) dan di hadapan mereka ada dinding pembatas sampai hari mereka dibangkitkan." (Al-Mu'minun: 99-100).

Sebab Siksa Kubur
Ma’aasyiral muslimin rahimakumullah....
Disebutkan oleh Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziah rahimahullah ta’ala, bahwa siksa kubur itu ditimpakan karena berbagai macam dosa dan maksiat, di antaranya adalah:
1. Adu domba dan menggunjing.
2. Tidak bersuci (cebok) setelah buang air kecil.
3. Shalat dalam keadaan tidak suci (kotor).
4. Berdusta.
5. Lalai dan malas dalam mengerjakan shalat.
6. Tidak mengeluarkan zakat.
7. Berzina.
8. Mencuri.
9. Berkhianat.
10. Menfitnah sesama umat Islam.
11. Makan riba.
12. Tidak menolong orang yang dizhalimi.
13. Minum khamar (kalau jaman sekarang seperti: minum sempain, ngeplay, ngegele, sabu-sabu, ekstasy dan sejenisnya).
14. Memanjangkan kain hingga di bawah mata kaki (menyombongkan diri).
15. Membunuh.
16. Mencaci sahabat Nabi.
17. Mati dalam keadaan membawa bid'ah.

Yang Menyebabkan Selamat dari Siksa Kubur
Adapun kiat agar kita tidak terkena siksa kubur, Imam Ibnu Qayyim memberitahukan sebagai berikut: sebab-sebab kita di seselamatkan dari siksa kubur adalah dengan menjauhkan berbagai macam maksiat dan dosa. Untuk itu, Ibnu Qayyim menganjurkan, hendaknya setiap muslim melakukan perhitungan atas dirinya setiap hari, tentang apa saja dosa dan kebaikan yang telah dilakukannya pada hari itu. Setelah itu, ia memperbaharui taubatnya kepada Allah setiap hari, terlebih di saat ia hendak tidur malam. Jika ia meninggal dunia pada malam itu, maka ia meninggal dalam keadaan telah bertaubat. Jika ia bangun dari tidurnya, ia bersyukur karena ajalnya masih ditangguhkan. Dengan demikian, ia masih diberi kesempatan beribadah kepada Rabbnya dan mengejar amal yang belum dilakukannya. Imam Ibnu Qayyim menambahkan, “sebelum tidur, hendaknya pula dia berada dalam keadaan berwudhu, senantiasa mengingat Allah dan mengucapkan dzikir-dzikir yang disunnahkan Nabi saw sampai ia tidur atau tertidur. Jika seseorang dikehendaki kebaikan oleh Allah, niscaya dia akan diberi kekuatan untuk melakukannya.

Kemudian Ibnu Qayyim rahimahullah menyebutkan beberapa ketaatan yang bisa menyelamatkan kita dari siksa kubur, di antaranya adalah:
Yang pertama, Rajin beribadah dan taat kepada Allah Swt dengan ikhlas.
2. Mati syahid di jalan-Nya.
3. Membaca surat Al-Mulk.
4. Meninggal karena sakit, dan terakhir:
5. Meninggal dunia pada hari Jum'at.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لي ولكم وللمسلمين، فَاسْتَغْفِرُوْهُ،،، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

KHUTBAH JUMAT BAGIAN II
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الأزْمَانِ وَالآنَاءِ، فَلا ابْتِدَاءَ لوجوده ولا انتهاءَ، يستوي بعلمه السرُّ والخفاءُ، القائلِ: (وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا). أشهد أن لا الع إلا الله الكبير المُتَعَالِ، المُنَزَّهُ عن الشبيه والمِثال، الذي يسبِّح بحمده كلُّ شيء في الغُدُوِّ والآصال. وأشهد أن محمدا عبده رسوله الذي حذّرنا من دار الفتون، المُنْزَلُ عليه (إنك ميّتٌ وإنهم ميتون). اللهم صلي الله علي سيدنا محمد خاتم الأنبياء والمرسلين وعلي آله الطيبين وأصحابه الأخيار أجمعين. أما بعد.

Mati Tidak Perlu Ditakuti Melainkan Sebagai Motifasi Hidup
Hadirin... sidang jumat yang dimuliakan oleh Allah Swt....
Betapa pun sakitnya sakaratul maut. Kematian, semestinya tidak menjadi sesuatu yang perlu ditakuti, tapi sebaliknya harus senantiasa dirindukan. Jika sesuatu itu begitu dirindukan, logikanya, berarti ingin segera bertemu. Kalau ingin bertemu berarti dia sudah menyiapkan dirinya dengan bekal amal ibadah di dunia ini. “Barangsiapa membenci pertemuan dengan Allah, maka Allah akan benci bertemu dengannya,” demikian sabda Rasulullah Saw.

قال الله تعالي: فمن كان يرجو لقاء ربه فاليعمل عملا صالحا. (الكهف: 110)
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Allah swt, maka dia harus berbuat baik”. (Al Kahfi: 110).

Husnulkhotimah, adalah sebuah karunia Allah SWT yang khusus diberikan kepada manusia istimewa. Tidak ada ceritanya dalam hidup ini istilah “muda foya-foya, tua kaya raya, dan mati masuk surga”. Husnul khotimah itu seperti hadiah untuk manusia, atas upaya manusia yang sungguh-sungguh di dalam menjalankan tugas hidup di dunia ini. “Seperti mahasiswa yang belajar mati-matian, lalu lulus dengan predikat summa cum laude.”

Jadi kita jangan pernah berpikir bagaimana supaya kita bisa mendapatkan Husnulkhotimah terlebih dulu, tanpa amal nyata. “Kata-kata mati, harusnya mampu kita hadirkan dalam hati kita setiap hari,”

Sabda Rasulullah yang menyatakan, bahwa dengan sering-sering mengingat mati menjadikan seseorang menjadi makhluk yang produktif, cermat, dan selektif, adalah benar adanya. Ini karena setiap pekerjaan yang dilakukannya dianggap sebagai pekerjaan terakhirnya. Karena maut bisa datang kapan dan di mana saja.

Sekali lagi saya katakan, kalaulah kita bersedia untuk selalu mengejar harta, pangkat dan jabatan yang hanya sementara, bahkan apa yang telah kita raih dari harta, pangkat dan jabatan tersebut, hanyalah segelintir saja yang mampu kita rasakan dan nikmati, sebatas yang bisa masuk ke dalam perut dan kebutuhan pribadi kita. Lalu mengapa, kita tidak bersedia untuk mempersiapkan diri kita kepada hal yang pasti akan kita rasakan. Mengapa kita tidak bersedia menjadikan harta, pangkat dan jabatan yang telah kita raih, untuk bekal di akhirat kelak? Mengapa kita tidak bersedia menjadikannya sebagai sarana untuk memperoleh ridha Allah Swt? Sedangkan perjalanan akhirat sangatlah panjang dan kekal abadi, sebelum datang penyesalan, karena penyesalan tidak akan mungkin datang lebih dahulu.

Allah Swt berfirman:
يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ(34) وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ(35)وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ(36) لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ(37).
“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya. Lari dari Ibu Bapaknya. Lari dari isteri dan anaknya. Pada hari itu, setiap orang sibuk dengan urusannya masing-masing.

Semoga Allah Swt berkenan untuk menjadikan kita termasuk kepada orang-orang yang tidak kikir di dalam menafkahkan harta, pangkat dan jabatan di jalan Allah Swt. Karena amal ibadah semacam ini pada hakikatnya adalah untuk kebahagiaan diri kita sendiri.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهم صلي وسلم وبارك علي سيدنا محمد وعلي آل سيدنا محمد وارض عن ساداتنا أصحاب رسولك صلي الله عليه وسلم ومن تبعهم بإحسان الي يوم الدين. اللهم اغفرلنا ذنوبنا واستر عيوبنا وطهر قلوبنا وأصلح نياتنا وعافنا واعف عنا وعلي ذكرك وشكرك وحسن عبادتك أعنا وعن بابك فلا تطردنا واختم بالصالحات أعمالنا يا إله العالمين. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذا النار. وصل اللهم علي سيدنا محمد النبي الأمي وعلي آله وأصحابه الأخيار ومن تبعهم بإحسان الي يوم الدين. آمين يا رب العالمين.

عباد الله: إن الله يأمركم بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربي وينهي عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون. أقم الصلاة


Read More Add your Comment 0 komentar


KEBERADAAN RUH SETELAH MATI



Hadirin, jamaah shalat Jum’at mesjid At-taufik yang dimuliakan oleh Allah SWT!Pada kesempatan shalat Jumat yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan sebuah materi atau barangkali informasi yang mungkin agak jarang kita dengar, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan ruh setelah kita meninggalkan dunia yang fana ini. Seperti apakah sebenarnya kondisi ruh kita nanti? Jawabannya adalah Wallahu a’lam. Namun demikian, Allah SWT memberikan sedikit gambaran dan penjelasan melalui Hadis-hadis Rasulullah SAW.
Berkaitan dengan ruh ini Allah SWT berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ الرُّوحِ قُلْ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا(85)
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah wahai Muhammad, “Roh itu termasuk urusan Tuhanku. Kalian tidak diberikan pengetahuan tentang hal itu kecuali sedikit.”
Jelas sekali arti ayat ini, bahwa Allah SWT hanya memberitahukan ilmu sedikit saja tentang hal-hal yang berkaitan dengan ruh ini. Nah, informasi yang sedikit inilah yang akan kita coba sampaikan kembali kepada hadirin jamaah shalat Jum’at yang dimulian Allah SWT.
Di antara informasi yang telah sampai kepada kita dari baginda Rasulullah SAW berkaitan dengan ruh ini, di antaranya adalah:
1. Ruh orang beriman seperti burung terbang berwarna kehijauan, tinggal di dalam sesuatu yang mirip kubah cahaya yang terbuat dari bahan seperti emas di bawah ‘Arasyi. Nabi SAW bersabda tentang para syuhada yang gugur dalam perang Uhud:
(جعل الله أرواحهم فى أجوافِ طيرٍ خضرٍ تَرِدُ أنهارَ الجنةِ وتأكل ثمارَها وَتَأْوِيْ إلى قناديل من ذهب في ظلال العرش)
“Allah menjadikan ruh mereka dalam bentuk seperti burung berwarna kehijauan. Mereka mendatangi sungai-sungai surga, makan dari buah-buahannya, dan tinggal di dalam kindil (lampu) dari emas di bawah naungan ‘Arasyi.” (Hadis Shahih riwayat Ahmad, Abu Daud dan Hakim)
2. Orang yang telah meninggal dunia mengetahui orang yang menziarahi kuburnya. Nabi SAW bersabda:
(ما من أحد يمربقبر أخيه المؤمن كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عَرَفَهُ ورد عليه السلام)
“Tidak seorang pun melewati kuburan saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang yang lewat itu mengucapkan salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan menjawab salamnya itu.” (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdul Bar dari Ibnu Abbas di dalam kitab Al-Istidzkar dan At-Tamhid).
3. Orang yang telah meninggal dunia saling kunjung-mengunjungi antara yang satu dengan yang lainnya. Nabi Saw bersabda:
(سألت أم هانئ رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالت: أنتزاور إذا متنا ويرى بعضنا بعض يا رسول الله؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يكون النَسَمُ طيرا تعلق بالشجر حتي إذا كان يوم القيامة دخلت كل نفس فى جسدها).
“Ummu Hani bertanya kepada Rasulullah SAW: “Apakah kita akan saling mengunjungi jika kita telah mati, dan saling melihat satu dengan yang lainnya wahai Rarulullah SAW? Rasulullah SAW menjawab, “Ruh akan menjadi seperti burung yang terbang, bergelantungan di sebuah pohon, sampai jika datang hari kiamat, setiap roh akan masuk ke dalam jasadnya masing-masing.” (HR. Ahmad dan Thabrani dengan sanad baik).
4. Orang yang telah meninggal dunia merasa senang kepada orang yang menziarahinya, dan merasa sedih kepada orang yang tidak menziarahinya. Nabi SAW bersabda:
(ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عليه إلا استأنس ورد عليه حتي يقوم)
“Tidak seorangpun yang mengunjungi kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakannya) kecuali dia merasa bahagia dan menemaninya hingga dia berdiri meninggalkan kuburan itu.” (HR. Ibnu Abu Dunya dari Aisyah dalam kitab Al-Qubûr).
5. Orang yang telah meninggal dunia mengetahui keadaan dan perbuatan orang yang masih hidup, bahkan mereka merasakan sedih atas perbuatan dosa orang yang masih hidup dari kalangan keluarganya dan merasa gembira atas amal shaleh mereka. Nabi SAW bersabda:
1. )إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا)
“Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata: “Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.” (HR. Ahmad dalam musnadnya).
2. (تعرض الأعمال يوم الإثنين ويوم الخميس على الله، وتعرض على الأنبياء وعلى الآباء والأمهات يوم الجمعة فيفرحون بحسناتهم وتزداد وجوههم بياضا وإشراقا فاتقوا الله ولا تؤذوا أمواتكم)
“Seluruh amal perbuatan dilaporkan kepada Allah SWT pada hari Senin dan Kamis, dan diperlihatkan kepada para orangtua pada hari Jum’at. Mereka merasa gembira dengan perbuatan baik orang-orang yang masih hidup, wajah mereka menjadi tambah bersinar terang. Maka bertakwalah kalian kepada Allah dan janganlah kalian menyakiti orang-orang kalian yang telah meninggal dunia.” (HR. Tirmidzi dalam kitab Nawâdirul Ushûl).
6. Orang-orang beriman hidup di dalam surga bersama anak-cucu dan keturuanan mereka yang shaleh.
)وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ(
“Dan orang-orang beriman yang anak-cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami pertemukan mereka dengan anak-cucu mereka. Kami tidak mengurangi dari pahala amal mereka sedikitpun. Setiap orang terkait denga apa yang telah dia kerjakan.” (At-Thur: 21)
7. Orang mukmin dapat melihat Allah SWT bagaikan melihat bulan purnama.
(عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ نَرَى رَبَّنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ هَلْ تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ الشَّمْسِ فِي الظَّهِيرَةِ لَيْسَتْ فِي سَحَابَةٍ قَالُوا لَا قَالَ فَهَلْ تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ لَيْسَ فِي سَحَابَةٍ قَالُوا لَا قَالَ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ رَبِّكُمْ إِلَّا كَمَا تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ أَحَدِهِمَا) رواه البخاري ومسلم.
“Dari Abu Hurairah Ra. Berkata, “Para sahabat bertanya, “Wahai rasulullah, apakah kita akan dapat melihat tuhan kita pada hari kiamat? Rasulullah SAW menjawab, “Apakah kalian ada kendala melihat matahari di sianghari yang tidak berawan? Tidak, jawab para sahabat. Rasulullah kembali berkata, “Apakah kalian ada kendala melihat bulan di malam purnama yang tidak berawan? Tidak, jawab para sahabat. Raulullah SAW melanjutkan, “Demi zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian tidak ada kendala melihat tuhan kalian kecuali seperti kalian melihat matahari atau bulan itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ma’asyiral mukminin rahimakumullah…
Dari penjelasan beberapa dalil yang telah kita sebutkan tadi, ada beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil, di antaranya adalah pendapat Ibnul Qaim Aj-Jauziyyah yang mengatakan:
Hadis tentang mayit mengetahui dan menjawab salam orang yang menziarahinya tidak berarti bahwa ruh ada di dalam liang kubur di dalam tanah. Bukan seperti itu, melainkan bahwa ruh punya keterkaitan khusus dengan jasadnya. Di mana jika ada yang mengucapkan salam untuknya, dia akan menjawabnya. Ruh berada di suatu alam yang bernama alam Barzakh di suatu tempat yang bernama Ar-Rafîqul `A’lâ. Alam ini tidak sama dengan dunia kita, bahkan jauh berbeda. Hanya Allah SWT sajalah yang mengetahui lika-liku dan detail-detailnya.
Dari dalil-dalil tadi juga bisa di simpulkan, bahwa tempat para arwah berbeda-beda dan bertingkat-tingkat derajatnya sesuai amal shaleh mereka.


Read More Add your Comment 0 komentar


 

Categories

Makalah (33) Artikel (24) Khutbah (19) Tuntunan (10) Kisah Teladan (8) luar biasa (1)

visitor

Pengikut

© 2010 Dunia Kampus All Rights Reserved Thesis WordPress Theme Converted into Blogger Template by Hack Tutors.info


Tutup [x]